Jumat, 21 Agustus 2009

Velentine’s Day : Haruskah Dirayakan?

Oleh : Mursana, M.Ag*

Sudah menjadi tradisi tahunan untuk anak muda-mudi kita (ABG = Anak Baru Gede) setiap menjelang tanggal 14 Pebruari menyiapkan acara ritual ala barat yaitu perayaan Valentine’s Day (Hari Kasih Sayang). Peranan mediapun sangat besar dalam mempopulerkan istilah Valentine’s Day di negeri ini. Lihat saja berbagai acara yang menghiasi TV swasta kita : mulai dari judul sinetron, film, sampai acara gosip infotaiment pun sudah dipersiapkan sedemikian rupa. Begitu pula dengan berbagai tempat hiburan seperti hotel, bar, restaurant dan tempat wisata yang didominasi warna pink dan gambar hati (love, red) itu nampaknya begitu serius persiapannya dalam menyambut pesta tahunan tersebut.

Ritual tahunan yang mementumnya sangat dinanti-nanti dan ditunggu-tunggu kehadirannya oleh ABG, nampaknya sungguh aneh, jika ada remaja muslimah yang menampilkan ciri keislamannya secara istiqomah, seringkali dituduh sok alim, sok moralis dan lain-lain. Dalam keadaan seperti itulah mereka seringkali tidak tahan gunjingan, lalu larut dalam budaya tahayul ala barat tersebut karena takut ditinggal lokomotif modern yang dikemas manis melalui modernisasi dan era globalisasi. Di sinilah, mementum Valentine’s Day ini dijadikan sebagai hari kasih sayang dengan mengadakan pesta mewah untuk mengungkapkan ungkapan kasih sayang dan “cinta penuh birahi”. Bukan sekedar hiburan atau makan-makan, tetapi pesta itu jatuh dan menjurus kepada prilaku yang menyimpang pada kebebasan seksual (freie sex – kumpul kebo).

Dari sinilah peran orang tua sangat dibutuhkan untuk menjaga agar putra-putrinya tidak terjebak ke dalam budaya yang sesat dan menyesatkan. Apabila sudah terjebak ke dalam budaya serba permissif (serba boleh) seperti pergaulan bebas muda-mudi, bahkan sampai melakukan prilaku yang menyimpang pada kebebasan seksual, maka yang hancur bukan hanya dirinya dan masa depannya, tetapi juga orang tuanya dan masyarakat sekitar ikut terkena sial akibat perbuatan zina yang dilakukannya. Oleh karena itu tradisi atau budaya semacam ini jangan dilakukan, apalagi kalau sekedar ikut-ikutan karena takut ketinggalan zaman.

Sekilas Valentine’s Day

Dalam kamus besar Bahasa Indonesia terbitan Balai Pustaka diterangkan bahwa Valentine’s artinya adalah hari kasih sayang yang berasal dari Zaman Romawi. Menurut The Encyclopedia Emerika, hari Velentine’s yang dirayakan pada tgl.14 Pebruari itu diyakini berasal dari hari dihukum matinya seorang Martier Kristen (Martier = Gelar kehormatan bagi mereka yang menolak untuk meninggalkan agama kristiani dengan beralasan untuk mati) bernama Saint Valentine, sehingga tanggal 14 Februari diperingati dengan suatu perayaan untuk menghormati Saint Valentine tersebut.

Banyak sekali versi yang menceritakan tentang asal-usul Valentines Day. Dalam kisah lain menyebutkan bahwa Valentine’s Day adalah Pendeta yang mengabdi pada masa pemerintahan Kaisar Claudius. Claudius kemudian memenjarakannya karena dia menentang Kaisar. Penentangan ini bermula pada saat Kaisar berambisi untuk membentuk tentara dalam jumlah yang besar. Dia berharap semua kaum lelaki untuk secara sukarela bergabung menjadi tentara. Namun banyak yang tidak mau terjun ke medan pertempuran, karena tidak mau meninggalkan keluarganya. Peristiwa tersebut membuat Kaisar marah, naik pitam. Lalu dia menggagas “ide gila” dengan tidak mengizinkan kaum lelaki kawin, maka mereka tidak akan segan-segan menjadi tentara. Velentine menganggap bahwa ini adalah hukum biadab, sehingga velentine pun menentangnya. Penentangan inilah yang menyeret dirinya ke dalam penjara dan akhirnya dijatuhi hukuman mati pada tanggal 14 Fepruari 269 Masehi.

Dalam legenda lain disebutkan bahwa Saint Valentine meninggalkan satu catatan, selamat tinggal kepada seorang gadis, anak seorang sipir penjara yang menjadi temannya. Dalam catatan itu dia menuliskan tanda tangan yang berbunyi “Love From Your Valentine” selanjutnya bila diteliti lebih jauh lagi asal usul Valentine’s Day, berkaitan pula dengan upacara Lupercalsius, yaitu upacara penyembahan bangsa Rowawi terhadap Dewa Lupercus (Dewa Kesuburan) yang biasa mereka selenggarakan setiap tanggal 15 Februari di Bukit Palatine. Pada rentetan acara itu, para gadis meletakkan pesan cinta di dalam jambangan, lalu pesan cinta itu diambil oleh pemuda , setelah itu mereka pun berpasangan dan menari bersama dan diakhiri dengan pernikahan. Pada Februari 494 Masehi, Dewan Gereja yang dipimpin oleh paus Gelasius, kemudian mengubah upacara Lupercalius dari tanggal 15 menjadi 14 Februari disesuaikan dengan hari kematian Saint Valentine. Akhirnya secara gradual tanggal 14 Februari menjadi tanggal saling tukar menukar pesan kasih dan Valentine menjadi patron dari para penabur kasih. Tanggal ini ditandai dengan saling mengirim puisi cinta kasih dan hadiah seperti bunga dan gula-gula, bahkan sering pula ditandai dengan adanya kumpulan-kumpulan atau pesta dansa.

Dari beberapa versi tentang asal-usul Valentine’s Day tersebut di atas, pertanyaannya adalah “Perlukah (tradisi) Valentine’s Day itu dirayakan, seperti hari raya lainya?” jawabnya “tidak perlu”. Sebab dalam ajaran agama kita, semua hari raya mulai hari Raya Idul Fitri sampai Idul Qurban itu mengandung nilai-nilai dan simbol kasih sayang. Misalnya dalam Idul Qurban seorang Aghniya disunahkan untuk berqurban lalu dagingnya dibagikan kepada fakir miskin dan masyarakat yang membutuhkannya, bukankah ini manifestasi dari kasih sayang? Begitu juga dengan Idul Fitri, sebelum sholat Idul Fitri, umat Islam yang masih hidup diwajibkan agar berzakat fitrah kepada Muztahiq zakat fitrah, lalu setelah sholat Idul Fitri disunahkan untuk bersilaturahim, saling ma’af memaafkan (halal bihalal), itu semua merupakan simbol kasih sayang, kemudian kasih sayang tersebut diaktualisasikan dalam kehidupan sehari-hari. Setiap hari dalam memulai pekerjaan yang baik selalu diawali dengan bismillah (penyebutan nama Allah yang Maha Pengasih dan Maha Penyayang). Itu artinya bahwa hendaklah setiap pekerjaan itu selalu didasari dengan nilai-nilai kasih sayang. Barangkali itulah letak perbedaan yang mencolok antara manusia dengan binatang. Mungkin masih ingat kejadian tahun 2007 yang lalu yang menggambarkan betapa susahnya membedakan manusia dengan binatang, akibat nilai-nilai kasih sayang sudah dicampakkan oleh manusia. Pada bulan Maret 2007 di Malang Jawa Timur dikejutkan dengan berita seorang ibu membunuh dua orang anaknya dan dirinya sendiri dengan alasan khawatir akan masa depan anak-anaknya. Pada bulan Mei 2007 di Gunung Kidul Yogyakarta dikejutkan dengan berita seorang ibu dan anaknya membakar diri hidup-hidup sampai mati di rumahnya. Lalu pada bulan Agustus 2007, seorang ibu membunuh anak tirinya Rasnah kelas 1 SLTP dengan alasan anak itu tidak mau mencuci piring (di pare-pere Sulawesi Selatan), lalu berita akhir bulan Januari 2008 yang lalu, seorang polisi ditembak mati oleh istrinya, lalu istrinya menembak dirinya sendiri hingga tewas seketika di rumah kontrakkannya. Beberapa kasus tersebut mengingatkan kepada kita, betapa rendahnya derajat manusia, bila nilai-nilai kasih sayang yang ada pada setiap diri manusia itu dicampakkan begitu saja. Ia akan seperti binatang ternak, bahkan lebih rendah darinya, begitu kata firman Allah SWT.

Jadi merayakan Velentine’s Day seperti yang dilakukan oleh ABG (Anak Baru Gede) sekarang tidak perlu dilakukan, karena budaya itu bertentangan dengan budaya kita yang menjunjung tinggi nilai-nilai moral (akhlakul karimah) dan nilai-nilai keadilan. Setiap waktu orang hidup harus berkasih sayang antar sesama. Jangankan kepada manusia, kepada binatang dan tumbuh-tumbuhan pun, atau mungkin alam sekitarpun harus berkasih sayang. Nabi saw bersabda, “sayangilah orang yang ada di bumi, niscaya orang-orang yang dilangit akan menyayangimu, Barangsiapa yang tidak memperdulikan kasih sayang, niscaya dia tidak akan disayangi,” tidak sempurna Iman seseorang diantaramu, sehingga mencintai saudaranya seperti mencintai diri sendiri”.

Demikian tulisan sederhana ini, semoga bermanfaat kususnya untuk generasi muda agar jangan sampai terjebak oleh setiap budaya yang datang dari barat. Karena setiap budaya yang datang dari barat pasti membawa misi tertentu. Waspadalah, waspadalah! Dari berbagai sumber.

* Penyuluh Agama Islam

Kec. Plumbon, Alumni Pesantren Darussalam Ciamis.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar