Jumat, 21 Agustus 2009

KONTROVERSI PERNIKAHAN DINI

Oleh Mursana

Jamaah Jum'at yang dimuliakan Allah SWT,

Marilah kita sama – sama meningkatkan taqwa kita kepada Allah SWT. dengan melaksanakan segala perintah-Nya dan menjauhi segala larangan-Nya Shalawat dan salam kita sampaikan kepada Nabi kita Muhammad saw, kepada para keluarga, sahabat dan pengikut-pengikutnya

Jamaah Jum'at yang dimuliakan Allah SWT,

Pada pertengahan bulan oktober 2008 lalu negeri yang mayoritas umat Islam ini digemparkan dengan satu peristiwa yang sangat kontroversial, yakni pernikahan seorang pengusaha kaya raya asal Semarang, H. Pujiono Cahyo Widianto yang dikenal dengan sebutan Syeh Puji dengan seorang gadis baru lulus Sekolah Dasar yang bernama Lutfiana Ulfah (Ulfah). Berbagai media cetak dan elektronik ramai memberitakan kasus ini setiap saat, baik dalam berita resmi maupun dalam acara infotainment. Adapun yang menjadi pokok kontroversi pernikahan tersebut adalah karena Syeh Puji sang pemilik perusahan PT. Sinar Lendoh Terang (Silenter) dan Pimpinan Pondok Pesantren Miftahul Jannah telah menikahi Ulfah, seorang gadis yang masih muda belia berumur 12 tahun pada tanggal 8 Agustus 2008 lalu.

Peristiwa ini mendapat protes dari mana-mana. Majelis Ulama Indonesia yang diwakili oleh KH.Amidhan, KH. Ikhwan syam, Ny.Hj.Khuzaimah memberikan komentar bahwa pernikahan ini harus dibatalkan karena tidak sesuai dengan Undang-undang Perkawinan Nomor 1 Tahun 1974 yang merupakan Kitab Fiqihnya orang Indonesia. Sementara Mentri Pemberdayaan Perempuan Meutia Hatta dan Komisi Nasional Perlindungan Anak memprotes pernikahan dini tersebut karena akan merampas hak kebebasan bermain, hak mendapatkan pendidikan, dan hak mendapatkan kesehatan reproduksi seorang perempuan yang dinikahinya. Belum lagi derasnya gelombang protes yang datang dari berbagi lapisan masyarakat baik dari kalangan cendekiawan, artis, ulama dan masyarakat lainnya. Tentu saja menanggapi hal ini ada yang setuju dan ada pula yang tidak setuju.

Jamaah Jum'at yang dimuliakan Allah SWT,

Secara bahasa kata Nikah berarti Kumpul/kawin (addhamu waljam’u), campur (alwath), dan ’akad (al’aqd), lihat KifayatulAkhyar II: 23. Menurut Ulama ahli hukum Islam (fuqaha) Nikah adalah suatu aqad untuk menghalalkan hubungan seorang laki-laki dengan seorang perempuan sebagai suami istri dengan memenuhi beberapa syarat dan rukun. Sedangkan menurut Undang-undang perkawinan nomor 1 tahun 1974 pasal 1bahwa perkawinan ialah ikatan lahir batin antara seorang pria dan dengan seorang wanita sebagai suami istri dengan tujuan membentuk keluarga (rumah tangga) yang bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa.

Tujuan pernikahan secara tersurat ada dalam alQur’an yakni ” dan diantara tanda-tanda kekuasaanNya, Dia menciptakan untukmu istri-istri dari jenismu sendiri, supaya kamu cenderung dan merasa tentram kepadanya, dan dijadikanNya diantaramu rasa kasih dan sayang. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda bagi kaum yang berfikir”. QS.Aruum:21.

Dari ayat di atas sangat jelas dan gamblang bahwa tujuan disyari’atkan pernikahan oleh Allah Swt. adalah supaya merasa tentram (sakinah) dan ada rasa kasih dan sayang (mawaddah wa rahmah) di antara suami dan istri. Bagi siapa yang sudah berumah tangga pasti akan bisa membedakan kehidupan sebelum berumah tangga dan sesudahnya. Kalau sebelum berumah tangga kehidupannya merasa tidak tenang, sedangkan setelahnya merasakan ketenangan, ketentraman, dan dipenuhi kasih sayang.

Islam mensyari’atkan pernikahan kepada umatnya agar keturunan (nasab) yang baik bisa tetap terjaga, terhindar dari perzinahan. Karena zina merupakan akhlak yang jelek bahkan sejelek-jeleknya akhlak, seperti kata firman Allah, ” dan janganlah kalian mendekati zina; sesungguhnya zina itu merupakan suatu perbuatan yang keji dan suatu jalan yang sangat buruk”. QS.Al-Isra:32.

Jadi, betapa agung dan mulianya Islam sehinga demi melindungi umatnya agar derajatnya lebih terhormat dari pada binatang, memerintahkan umatnya untuk menikah. Bahkan Rasulullah Saw. mengancam, ”barangsiapa yang tidak mengikuti sunnahKu (nikah),bukan termasuk golonganKu,”. alHadits.

Seputar Kontroversi

Syeh Puji merupakan putra asli Desa Bedono Kabupaten Semarang Propinsi Jawa Tengah. Ia dilahirkan pada tanggal 4 Agustus 1965. Pendidikan formal yang ia tempuh terakhir sampai Sekolah Pendidikan Guru (SPG) Donbosco Semarang. Setelah tamat dari SPG, ia mencoba mengadu nasib di Ibu kota Jakarta. Di tempat ini ia bekerja serabutan, termasuk menjadi kuli bangunan, sebelum akhirnya sukses menjadi salesman buku-buku ensiklopedia. Pada awal 1990-an ia kembali ke kampungnya Bedono. Dengan bermodal Rp.460 juta yang dikumpulkan dari hasil kerja kerasnya, ia membuka usahanya di kampung halamannya yang sebagian besar warganya sebagai petani buah kelengkeng. Ternyata usahanya sukses sehingga ia menjadi orang yang paling kaya di wilayahnya.

Dengan kekayaannya itu ia ingin berbagi kepada sesama, sehingga pantas kalau ia pernah menikahi beberapa orang wanita. Termasuk terakhir ia menikahi Lutfiana Ulfa pada tanggal 8 Agustus 2008 lalu. Dia seorang gadis yang masih bauh kencur berusia kurang dari 12 tahun. Pernikahan ini banyak mendapat kritik dari berbagai pihak.

Adapun tujuan ia menikahi Ulfah adalah: 1) ingin menjadikan Ulfah sebagai General Manajer (GM) di perusahaannya kelak, 2) ingin berbagi rizki, 3) ia kagum kepada Ulfah bukan sekedar cantik tetapi juga karena dia termasuk gadis cerdas yang berbeda dengan gadis-gadis lain pada umumnya. Begitulah kata Syeh Puji yang ia ungkapkan dalam wawancara sebuah media.

Ketika berbagai kalangan memprotes tindakan Syeh Puji karena menikahi seorang gadis yang masih tergolong relatif masih anak-anak, ia menjawab dengan enteng bahwa yang dilakukannya itu merupakan ajaran agama. Sebab Rasulullah Saw. saja pernah menikahi Siti ’Aisyah ra., ketika itu dia masih berumur 6 tahun. Tentu saja alasan tersebut mendapat protes dari seorang Cendekiawan Muslim asal Kota bandung DR. Jalaluddin Rahmat, M.Sc. (kang Jalal). Menurut penelitiannya, bahwa Rasulullah Saw. menikahi Siti ’Aisyah ra. Pada waktu itu dia berumur 19 tahun.

Menurut Pengurus Majelis Ulama Indonesia yang diwakili oleh KH. Amidhan, KH.Ikhwan Syam, dan Ny.Hj.Khuzaimah, bahwa pernikahan dini dalam kasus tersebut bertentangan dengan Undang-undang perkawinan nomor 1 tahun 1974. Menurut Amidhan, Undang-undang perkawinan adalah merupakan Kitab fiqih Nikahnya bangsa Indonesia. Karena Undang-undang tersebut adalah hasil rumusan para ulama dari berbagai organisasi Islam yang ada di Indonesia. Dengan demikian berarti melanggar Undang-undang berarti melanggar ketentuan agama juga.

Sementara menurut Mentri Negara Pemberdayaan Wanita DR.Meutia Hatta dan Komisi Perlindungan Anak Indonesia yang diketuai oleh Kak seto, bahwa kasus pernikahan Syeh Puji itu melanggar 3 Undang-undang, yakni: 1) Undang-undang Perkawinan nomor 1 tahun 1974, 2) Undang-undang Perlindungan anak, dan 3) Undang-undang ketenagakerjaan, karena dia masih kecil, otomatis belum siap untuk memikul pekerjaan yang berat, apalagi ditunjuk untuk menjadi GM. Dengan melanggar 3 Undang-undang tersebut berarti ia telah merampas hak kebebasan seorang gadis yang masih tegolong anak-anak. Hak kebebasan tersebut diantaranya ialah: Pertama hak mendapatkan pendidikan yang layak. Mestinya seorang gadis seusia Ulfah itu sedang menempuh pendidikan wajar dikdas 9 tahun (kelas 1 SMP), tetapi dia malah bertugas sebagai seorang istri yang selalu melayani suaminya. Kedua hak bermain. Usia 12 tahun adalah masih tergolong anak-anak yang merupakan masa-masa bermain, tetapi masa itu telah hilang karena dirampas. Ketiga hak mendapatkan kesehatan reproduksi. Menurut kesehatan bahwa setiap orang yang mengandung di bawah 20 tahun akan berbahaya bagi kesehatan reproduksi. Oleh karena itu perkawinan pada usia 12 tahun merupakan perkawinan yang beresiko tinggi bagi rahim seorang perempuan karena belum siap.

Tujuan Syari’at Islam

Setiap perbuatan yang dilakukan oleh umat Islam hendaklah jangan melanggar tujuan syari’at (maqashidussyari’ah). Adapun tujuan syari’at Islam menurut ulama ushulfiqh ada lima, yakni; memelihara agama (hifdh addin), memelihara akal (hifdh aql), memelihara keturunan (hifdh nasb), memelihara harta benda (hifdh maal), dan memelihara jiwa (hifdh nafs).

Kasus pernikahan dini yang dilakukan oleh Syeh Puji apakah melanggar tujuan syari’at atau tidak?apakah pernikahannya itu melanggar ketentuan agama atau tidak?, apakah pernikahannya itu bisa menimbulkan stress,gila atau tidak?,apakah pernikahannya itu bisa melahirkan keturunan yang beresiko tinggi atau tidak?, apakah pernikahannya itu bisa menyelamatkan jiwa atau tidak? apabila pernikahan dini itu melanggar tujuan syariat maka sebaiknya dibatalkan saja, demi menjaga kemashlahatan. Tetapi jika pernikahan dini itu tidak melanggar tujuan syari’at, maka sebaiknya lanjutkan. Pokoknya mengindari kerusakan harus lebih didahulukan daripada mengambil kemashlahatan. Seperti kata kaidah ushul, ”dar-ul mafasid muqaddamun ’ala jalbil mashaalih”.

Menurut hemat penulis, kasus ini terlalu dibesar-besarkan. Padahal kasus ini merupakan kasus lama. Di sebagaian wilayah Cirebon juga ada satu daerah yang mempunyai tradisi pernikahan dini, tetapi biasa-biasa saja. Ditayangkannya kasus ini berkali-kali di media elektronik merupakan usaha pihak-pihak tertentu, agar ada kesan di kalangan masyarakat, setiap orang tua yang punya anak gadis jangan dipesantrenkan, nanti dinikahi Kyainya. Atau supaya ada kesan bahwa Kyai senang kawin- cerai. Masih banyak kasus lain yang lebih penting dari kasus ini dan butuh segera penanganan yang serius dari pemerintah, misalnya; harga BBM yang menyengsarakan rakyat, penyelesaian kasus korupsi, dan lain-lain. Demikian tulisan sederhana ini penulis paparkan semoga menjadi pelajaran, bahwa kalau ingin hidup tenang, tentram, dan bahagia hendaklah jangan melaggar rambu-rambu kebenaran. Ikuti segala petunjuk yang terdapat dalam kitab suci alQur’an, insya Allah akan selamat.

*Mursana,M.Ag.: Penyuluh Agama Islam Kec.Plumbon, Alumni Pesantren Darussalam Ciamis.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar