Minggu, 09 Agustus 2009

KAWIN KONTRAK DIBENCI TAPI DICARI

Sudah menjadi tradisi selama bertahun-tahun bahwa setiap bulan Mei di Kawasan Puncak Bogor selalu kedatangan para turis dari negeri Timur Tengah seperti Arab Saudi, Irak, dan Iran. Mereka sengaja datang ke Kawasan tersebut untuk berlibur selama tiga bulan. Kehadiran mereka tentu saja sangat dinanti oleh sebagian warga masyarakat.setempat. Menurut sebagian warga kedatangan mereka diyakini membawa berkah. Karena dengan adanya mereka, warga banyak yang diuntungkan secara financial. Dari mulai pemilik villa, tukang ojek, pemilik rental mobil, guide, sampai kepada penjual makanan kebanjiran pesanan. Di samping kehadiran mereka memberikan dampak positif, ternyata mereka juga membawa dampak negatif bagi warga sekitar. Beberapa dampak negative tersebut antara lain mereka sering memesan perempuan (jajan), melakukan tindakan kriminal, dan melakukan kawin kontrak.
Khusus yang terakhir ini memdapat reaksi dari kalangan masyarakat Islam khususnya para ulama. Kawin kontrak sebenarnya sudah ada semenjak sejarah awal Islam ketika nabi Muhammad Saw. masih ada walaupun akhirnya dilarang. Di Indonesia sendiri kawin kontrak mulai popular pada tahun 80-an. Pada waktu itu mahasiswa yang kuliah dibeberapa kota besar seperti; Bandung, Jakarta, Semarang , Surabaya, dan lainnya melakukan kawin kontrak dengan teman mahasiswinya. Kawin kontrak dilakukan dengan perjanjian tertentu. Diantaranya adalah apabila telah selesai masa kontraknya yakni selesai masa kuliahnya, secara otomatis selesai sudah kontraknya. Dan tidak perlu ada perceraian. Mereka melakukan kawin kontrak ini dengan tujuan untuk menghindari perbuatan zina.
Kalau diperhatikan dengan seksama, ternyata perkawinan/pernikahan tersebut terkesan main-main, tidak ada ikatan antara hak dan kewajiban suami-istri, dan sangat melecehkan derajat kaum perempuan. Pertanyaannya adalah apakah Islam melegalkan perkawinan seperti ini?
Menurut ajaran Islam dan Undang-undang Perkawinan nomor 1 tahun 1974, secara bahasa kata Nikah berarti Kumpul/kawin (addhamu waljam’u), campur (alwath), dan ’akad (al’aqd), lihat KifayatulAkhyar II: 23. Menurut Ulama ahli hukum Islam (fuqaha) Nikah adalah suatu aqad untuk menghalalkan hubungan seorang laki-laki dengan seorang perempuan sebagai suami istri dengan memenuhi beberapa syarat dan rukun. Menurut Undang-undang perkawinan nomor 1 tahun 1974 pasal 1, bahwa perkawinan ialah ikatan lahir batin antara seorang pria dan dengan seorang wanita sebagai suami istri dengan tujuan membentuk keluarga (rumah tangga) yang bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa. Sedangkan kawin kontrak (nikah mut'ah) ialah perkawinan antara seorang lelaki dan wanita dengan maskawin tertentu untuk jangka waktu terbatas yang berakhir dengan habisnya masa tersebut, dimana suami tidak berkewajiban memberikan nafkah, dan tempat tinggal kepada istri, serta tidak menimbulkan pewarisan antara keduanya.

Tujuan Pernikahan
Tujuan pernikahan secara tersurat ada dalam alQur’an yakni ” dan diantara tanda-tanda kekuasaanNya, Dia menciptakan untukmu istri-istri dari jenismu sendiri, supaya kamu cenderung dan merasa tentram kepadanya, dan dijadikanNya diantaramu rasa kasih dan sayang. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda bagi kaum yang berfikir”. QS.Ar Ruum:21.
Dari ayat di atas sangat jelas dan gamblang bahwa tujuan disyari’atkan pernikahan oleh Allah Swt. adalah supaya merasa tentram (sakinah) dan ada rasa kasih dan sayang (mawaddah wa rahmah) di antara suami dan istri. Bagi siapa yang sudah berumah tangga pasti akan bisa membedakan kehidupan sebelum berumah tangga dan sesudahnya. Kalau sebelum berumah tangga kehidupannya merasa tidak tenang, sedangkan setelahnya merasakan ketenangan, ketentraman, dan dipenuhi kasih sayang.
Islam mensyari’atkan pernikahan kepada umatnya agar keturunan (nasab) yang baik bisa tetap terjaga, terhindar dari perzinahan. Karena zina merupakan akhlak yang jelek bahkan sejelek-jeleknya akhlak, seperti kata firman Allah, ” dan janganlah kalian mendekati zina; sesungguhnya zina itu merupakan suatu perbuatan yang keji dan suatu jalan yang sangat buruk”. QS.Al-Isra:32. Jadi, betapa agung dan mulianya Islam sehinga demi melindungi umatnya agar derajatnya lebih terhormat dari pada binatang, memerintahkan umatnya untuk menikah. Bahkan Rasulullah Saw. mengancam, ”barangsiapa yang tidak mengikuti sunnahKu (nikah),bukan termasuk golonganKu,”. alHadits. 
Apabila mempelajari sejarah Islam pada abad pertama, di mana ketika itu masyarakat jahiliyah tidak mau memberikan hak-haknya kepada wanita sebagaimana mestinya, karena wanita pada masa itu lebih dianggap sebagai barang yang bisa ditukar seenaknya, maka Islam datang dan mengajarkan kepada umatnya agar kaum wanita dapat mendapatkan hak-haknya sebagaimana mestinya. Para wanita selain harus menjalankan kewajibannya sebagai seorang istri, juga punya hak untuk diperlakukan dengan baik (mu’asyarah bil ma’ruf), dan ketika suaminya meninggal dunia, ia juga dapat bagian dari harta warisan suaminya. Inilah hakikat dan tujuan perkawinan dalam Islam.
Sedangkan dalam kawin kontrak (nikah mut’ah), seorang wanita yang menjadi istri tidak mendapatkan hak bagian dari harta warisan, jika suaminya meninggal dunia. Begitulah keberadaan kawin kontrak yang jika diamati sangat jauh sekali tujuannya dengan perkawinan yang dilakukan oleh umat Islam pada umumnya. Dalam perkawinan ini kaum pria sangat diuntungkan, sedangkan kaum wanita sebagai istri sangat dirugikan.
Dari uraian di atas, paling tidak ada 6 perbedaan yang sangat prinsip antara nikah mut'ah dan nikah sunni(syar'i) yang dilakukan oleh umat Islam pada umumnya. Perbedaan tersebut adalah: (1.nikah mut'ah dibatasi oleh waktu, nikah sunni tidak dibatasi oleh waktu. (2.nikah mut'ah berakhir dengan habisnya waktu yang ditentukan dalam akad atau fasakh, sedangkan nikah sunni berakhir dengan talaq atau meninggal dunia (3.nikah mut'ah tidak berakibat saling mewarisi antara suami istri, nikah sunni menimbulkan pewarisan antara keduanya. (4.nikah mut'ah tidak membatasi jumlah istri, nikah sunni dibatasi dengan jumlah istri hingga maksimal 4 orang. (5.nikah mut'ah dapat dilaksanakan tanpa wali dan saksi, nikah sunni harus dilaksanakan dengan wali dan saksi. (6.nikah mut'ah tidak mewajibkan suami memberikan nafkah kepada istri, nikah sunni mewajibkan suami memberikan nafkah kepada istri.
Haramnya nikah mut'ah berlandaskan dalil-dalil hadits Nabi Saw. juga pendapat para ulama dari 4 madzhab. Dalil dari hadits Nabi Saw. yang diwayatkan oleh Imam Muslim dalam kitabnya Shahih Muslim menyatakan bahwa dari Sabrah bin Ma'bad Al-Juhaini, ia berkata: "Kami bersama Rasulullah Saw. dalam suatu perjalanan haji. Pada suatu saat kami berjalan bersama saudara sepupu kami dan bertemu dengan seorang wanita. Jiwa muda kami mengagumi wanita tersebut, sementara dia mengagumi selimut (selendang) yang dipakai oleh saudaraku itu. Kemudian wanita tadi berkata: "Ada selimut seperti selimut". Akhirnya aku menikahinya dan tidur bersamanya satu malam. Keesokan harinya aku pergi ke Masjidil Haram, dan tiba-tiba aku melihat Rasulullah Saw. sedang berpidato diantara pintu Ka'bah dan Hijr Ismail. Beliau bersabda, "Wahai sekalian manusia, aku pernah mengizinkan kepada kalian untuk melakukan nikah mut'ah. Maka sekarang siapa yang memiliki istri dengan cara nikah mut'ah, haruslah ia menceraikannya, dan segala sesuatu yang telah kalian berikan kepadanya, janganlah kalian ambil lagi. Karena Allah azza wa jalla telah mengharamkan nikah mut'ah sampai Hari Kiamat (Shahih Muslim) Dalil hadits lainnya: Dari Ali bin Abi Thalib ra. ia berkata kepada Ibnu Abbas ra. bahwa Nabi Muhammad Saw. melarang nikah mut'ah dan memakan daging keledai jinak pada waktu perang Khaibar (Muttafaq ‘alaih) 
Berdasarkan hadits-hadits tersebut diatas, para ulama berpendapat sebagai berikut: a) dari Madzhab Hanafi, Imam Syamsuddin Al-Sarkhasi (wafat 490 H) dalam kitabnya Al-Mabsuth mengatakan: "Nikah mut'ah ini bathil menurut madzhab kami. b) dari Madzhab Maliki, Imam Ibnu Rusyd (wafat 595 H) dalam kitabnya Bidayatul Mujtahid wa Nihayah Al-Muqtashid mengatakan, "hadits-hadits yang mengharamkan nikah mut'ah mencapai peringkat mutawatir" c) dari Madzhab Syafi', Imam Syafi'i (wafat 204 H) dalam kitabnya Al-Umm mengatakan, "Nikah mut'ah yang dilarang itu adalah semua nikah yang dibatasi dengan waktu, baik dalam jangka pendek maupun jangka panjang, seperti ucapan seorang lelaki kepada seorang perempuan, aku nikahi kamu selama satu hari, sepuluh hari atau satu bulan." Sementara itu Imam Nawawi (wafat 676 H) dalam kitabnya Al-Majmu' mengatakan, "Nikah mut'ah tidak diperbolehkan, karena pernikahan itu pada dasarnya adalah suatu aqad yang bersifat mutlaq, maka tidak sah apabila dibatasi dengan waktu." d) dari Madzhab Hambali, Imam Ibnu Qudamah (wafat 620 H) dalam kitabnya Al-Mughni mengatakan, "Nikah Mut'ah ini adalah nikah yang bathil." Ibnu Qudamah juga menukil pendapat Imam Ahmad bin Hambal (wafat 242 H) yang menegaskan bahwa nikah mut'ah adalah haram.
Dari uraian di atas sangat jelas sekali, bahwa Islam sangat membenci model perkawinan kontrak, tetapi anehnya masih banyak yang mencari perkawinan model ini. Melalui tulisan sederhana ini, dihimbau kepada seluruh masyarakat agar tidak melakukan perkawinan model kontrak, mengingat bahayanya lebih besar daripada manfaatnya. semoga
* Mursana, M.Ag. : Ketua Pokjaluh Kandepag Kab. Cirebon, alumni Pesantren Darussalam Ciamis

Tidak ada komentar:

Posting Komentar