Jumat, 21 Agustus 2009

NEGERI PARA TERSANGKA

Oleh: Mursana, M.Ag*


Semenjak genderang Reformasi digelorakan di Republik Indonesia pada tahun 1998 lalu, sungguh seringkali muncul peristiwa aneh yang dulu belum pernah terjadi. Salah satu peristiwa tersebut adalah banyaknya para pejabat negara dari kalangan sipil dan militer menjadi tersangka dalam kasus hukum, baik yang masih aktif di eksekutif, legislatif, dan di yudikatif. maupun yang sudah pensiun. Dimulai dari mantan Presiden dan para pembantunya (menteri, gubernur, bupati/walikota), Ketua dan anggota DPR/DPRD, pejabat dan mantan pejabat TNI/Polri, sampai dengan para pejabat BUMN/BUMD hampir sebagian besar ditetapkan menjadi tersangka dalam kasus korupsi. Tetapi anehnya, mereka yang tersangkut dalam kasus ini sebagaian besar divonis bebas oleh Pengadilan Nergeri dan Mahkamah Agung. Atau walaupun ada yang sampai masuk sel penjara, akan tetapi hanya sebentar saja, setelah itu dibebaskan kembali.

Peristiwa bulan mei 2009 yang merupakan issue terpanas (hot Issue) adalah ditetapkannya Ketua Komisi Pemberantas Korupsi (KPK) sebagai tersangka kasus pembunuhan salah satu pejabat BUMN. Karuan saja peristiwa ini sangat menghebohkan penduduk negeri ini. Bagaimana tidak, orang yang sangat diharapkan oleh rakyat bisa menjadi pendekar pemberantas korupsi di Negara terkorup di Asia Tenggara, tiba-tiba ditetapkan oleh Polisi sebagai tersangka dalam kasus pembunuhan dan digelandang di Sel Tahanan Markas Kepolisian Daerah DKI Jakarta ( POLDA Metro Jaya ) pada hari senin, 04 mei 2009, setelah diadakan pemeriksaan oleh Kepolisian.

Bagaimana mungkin negeri ini akan menjadi negeri yang adil, subur dan makmur, gemah ripah loh jinawi, baldatun thayyibatun wa rabbun ghafuur, kalau para pemimpinya tidak bisa menjadi suritauladan bagi rakyatnya? Sementara nilai sebuah kejujuran seakan-akan menjadi barang langka, sehingga saat ini sangat susah mencari kejujuran di Bumi Pertiwi yang mayoritas penduduknya muslim ini. Padahal di Republik Indonesia tercinta ini sangat membutuhkan para pemimpin yang jujur. Yakni pemimpin yang dipercaya oleh rakyatnya,. Karena salah satu krisis bangsa ini disebabkan para pemimpinnya tidak jujur. Lihat saja penyelewengan-penyelewengan terjadi di semua lini kehidupan. Dari mulai penyelewengan APBN, APBD yang dilakukan oleh pejabat Eksekutif dan Legislatif yang jumlahnya triliunan rupiah setiap tahunnya, belum lagi aksi para koruptor yang semakin gila. Bahkan di perusahaan-perusahaan baik milik negara maupun swasta tidak ketinggalan ikut andil dalam penyimpangan tersebut. Inilah dampak dari kekhianatan para pemimpin tersebut. Kemiskinan semakin merajalela, sementara lapangan kerja semakin langka, yang akibatnya pengangguran semakin menganga, aksi kejahatan dimana-mana. Maka pertanyaan yang sering muncul setelah melihat kondisi seperti di atas adalah, apakah negeri ini masih bisa bangkit dari keterpurukan? Jawabannnya ialah harus bisa bangkit. Bagaimanakah caranya? Caranya adalah hendaklah semua komponen bangsa ini sadar tentang hakekat dirinya, dan harus kembali kepada hati nuraninya. Hati nurani inilah yang bernama amanah dan kejujuran.

Krisis kepercayaan

Belakangan ini masyarakat Indonesia seolah-olah dirancang oleh para pemimpinnya menjadi bingung. Pasalnya para pemimpin yang diharapkan menjadi panutan ternyata sebaliknya. Terbukti ketika Pemilihan Umum tanggal 9 April 2009 lalu, partisipasi masyarakat dalam menyalurkan aspirasi politiknya dinilai sangat kurang maksimal. Jutaan warga negara tidak ikut memilih calon wakilnya (caleg) atau golput, terlepas apakah mereka tidak tercatat dalap Daftar Pemilih Tetap (DPT) atau tidak, yang jelas rakyat kecewa dan sakit hati. Sudah bukan berita lagi apabila terdengar informasi dari media cetak atau elektronik perihal prilaku negatif para pemimpin negeri yang bergelar zamrud khatulistiwa. Lagi-lagi seorang pejabat Negara diperiksa KPK/Kejaksaan karena kasus penyelewengan yang merugikan negara milyaran bahkan triliunan. Begitu juga sering terdengar, lagi-lagi seorang pejabat negara terjerat kasus amoral: pelecehan seksual, Bandar judi, backing narkoba dan lain sebagainya.

Pada saat para oknum pemimpin kehilangan jati dirinya sebagai bangsa yang beradab, masyarakat dibuat bimbang. Sesungguhnya figur pemimpin seperti siapa yang harus diikuti segala prilakunya sebagai uswatun hasanah. Kalau melihat yang A seperti itu, lalu melihat yang B juga demikian. Akibat dari prilaku negatif para pemimpin, masyarakat sudah tidak mau lagi mendengar manuver-manuvernya atau mungkin membeli dagangan-dagangannya. Karena semua yang mereka lakukan adalah sebuah kemunafikan. Ibarat seekor binatang, mereka adalah monyet yang hidup di hutan belantara. Ketka monyet itu lapar dia turun ke bawah mencari makanan. Tetapi ketika perutnya kenyang, dia naik di atas singgasana kekuasaannya. Pada saat itulah sang monyet melupakan asal-usul makanannya. Demikian sama halnya yang dialami oleh para pemimpin negeri ini.

Solusi Islam

Setiap muslim diperintahkan untuk berlaku amanah dan memiliki akhlak yang baik serta sifat yang terpuji. Karena barangsiapa yang melakukan sifat-sifat tersebut, niscaya ia diberi balasan yang baik, di dunia maupun di akhirat. Dan barangsiapa yang meninggalkan khianat dan menipu karena Allah dengan segenap kejujuran dan keikhlasan, niscaya Allah mengganti hal tersebut dengan kebaikan yang banyak. Seorang sahabat nabi Saw. Abu Hurairah ra. meriwayatkan, Rasulullah Saw. bersabda: ''Ada seorang laki-laki yang membeli tanah perkebunan dari orang lain. Tiba-tiba orang yang membeli tanah perkebunan tersebut menemukan sebuah guci yang di dalamnya terdapat emas. Maka ia berkata kepada penjualnya,”'Ambillah emasmu dariku, sebab aku hanya membeli tanah perkebunan, tidak membeli emas!, Orang yang memiliki tanah itu pun menjawab, “Aku menjual tanah itu berikut apa yang ada di dalamnya”. Lalu keduanya meminta keputusan hukum kepada orang lain. Orang itu berkata, “Apakah kalian berdua memiliki anak? Salah seorang dari mereka berkata, “Aku memiliki seorang anak laki-laki”. Yang lain berkata, “Aku memiliki seorang puteri”. Orang itu lalu berkata, “Nikahkanlah anak laki-laki(mu) dengan puteri(nya) dan nafkahkanlah kepada keduanya dari emas itu dan bersedekahlah kalian dari padanya!”.' (HR. Al-Bukhari dalam Akhbar Bani Israil, dan Muslim).

Dalam riwayat lain diceritakan Dari Abu Hurairah ra. dari Rasulullah Saw. bersabda bahwasanya beliau menyebutkan seorang laki-laki dari Bani Israil yang meminta orang Bani Israil lainnya agar memberinya hutang sebesar 1000 dinar. Lalu orang yang menghutanginya berkata, “Datangkanlah beberapa saksi agar mereka menyaksikan (hutangmu ini)”. Ia menjawab, “Cukuplah Allah sebagai saksi bagiku!, Orang itu berkata, “Datangkanlah seseorang yang menjamin(mu)!, Ia menjawab, “Cukuplah Allah yang menjaminku!, Orang yang akan menghutanginya pun lalu berkata, “Engkau benar!, Maka uang itu diberikan kepadanya (untuk dibayar) pada waktu yang telah ditentukan. (Setelah lama) orang yang berhutang itu pun pergi berlayar untuk suatu keperluannya. Lalu ia mencari kapal yang bisa mengantarnya karena hutangnya telah jatuh tempo, tetapi ia tidak mendapatkan kapal tersebut. Maka ia pun mengambil kayu yang kemudian ia lubangi, dan dimasukkannya uang 1000 dinar di dalamnya berikut surat kepada pemiliknya. Lalu ia meratakan dan memperbaiki letaknya. Selanjutnya ia menuju ke laut seraya berkata, “Ya Allah, sungguh Engkau telah mengetahui bahwa aku meminjam uang kepada si fulan sebanyak 1000 dinar. Ia memintaku seorang penjamin, maka aku katakan cukuplah Allah sebagai penjamin, dan ia pun rela dengannya. Ia juga meminta kepadaku saksi, maka aku katakan, cukuplah Allah sebagai saksi, dan ia pun rela dengannya. Sungguh aku telah berusaha keras untuk mendapatkan kapal untuk mengirimkan kepadanya uang yang telah diberikannya kepadaku, tetapi aku tidak mendapatkan kapal itu. Karena itu, aku titipkan ia kepadaMu”, Lalu ia melemparnya ke laut sehingga terapung-apung, lalu ia pulang. Adapun orang yang memberi hutang itu, maka ia mencari kapal yang datang ke negerinya. Maka ia pun keluar rumah untuk melihat-lihat barangkali ada kapal yang membawa titipan uangnya. Tetapi tiba-tiba ia menemukan kayu yang di dalamnya terdapat uang. Ia lalu mengambilnya sebagai kayu bakar untuk isterinya. Namun, ketika ia membelah kayu tersebut, ia mendapatkan uang berikut sepucuk surat. Setelah itu, datanglah orang yang berhutang kepadanya. Ia membawa uang 1000 dinar seraya berkata, “Demi Allah, aku terus berusaha untuk mendapatkan kapal agar bisa sampai kepadamu dengan uangmu, tetapi aku sama sekali tidak mendapatkan kapal sebelum yang aku tumpangi sekarang!, Orang yang menghutanginya berkata, “Bukankah engkau telah mengirimkan uang itu dengan sesuatu?, Ia menjawab, “Bukankah aku telah beritahukan kepadamu bahwa aku tidak mendapatkan kapal sebelum yang aku tumpangi sekarang?, Orang yang menghutanginya mengabarkan, “Sesungguhnya Allah telah menunaikan apa yang engkau kirimkan kepadaku melalui kayu. Karena itu bawalah uang 1000 dinarmu kembali dengan beruntung!.

Dua riwayat hadits di atas memberikan motivasi kepada setiap insan agar dalam hidup ini senantiasa memelihara amanah (kepercayaan) dan menjunjung tinggi nilai-nilai kejujuran, walaupun dirasakan sangat berat. Apabila para pemimpin memiliki kedua sifat tersebut, insya Allah akan dicintai rakyatnya. Dan mustahil akan dikejar-kejar oleh pihak kepolisian dan KPK sebagai tersangka dalam kasus hukum. Demikianlah gambaran pemimpin yang adil. Semoga negeri ini segera bangkit dari keterpurukan. Amiin

*Mursana, M.Ag. : Ketua Pokjaluh Kandepag Kab. Cirebon, alumni Pesantren Darussalam Ciamis

Tidak ada komentar:

Posting Komentar