Kamis, 20 Agustus 2009

KARTINI PENDOBRAK SISTEM HAREEM

Oleh : Mursana, M.Ag

Baru-baru ini masyarakat Indonesia disajikan Sinetron berjudul Hareem yang sangat menggemaskan sekaligus menghinakan bagi Kaum Wanita dan sejumlah Tokoh Islam. Sinetron ini ditayangkan setiap hari pukul 19.30 wib. di salah satu Televisi Swasta Nasional. Dalam sinetron ini digambarkan seorang kaya raya bernama Kanjeng Doso yang beristri empat orang, yakni ummi Desy, Ita, Najwa, dan Inayah. Mereka hidup dalam Singgasana Istana Kanjeng doso yang sangat megah. Akan tetapi suasana dalam Istana tersebut tidak semegah namanya. Setiap hari rumah tangga Kanjeng Doso selalu diwarnai pertengkaran akibat fitnah yang dilontarkan ke Arena rumah tangga itu oleh ummi Desy. Hal ini terjadi karena motivasi menikahi kanjeng Doso adalah karena ingin menguasai semua harta Kanjeng Doso. Juga diceritakan, bahwa yang namanya kaum wanita atau istri itu adalah makhluk yang sangat hina drajatnya, karena ia hanya sebagai pelengkap hidup di dunia yaitu sebagai pengumbar dan pelayan nafsu perut dan bawah perut kaum lelaki di tempat tidur dengan sistem hareemnya. Setiap hari istri-istrinya dijadikan sebagai babu untuk mengurusi makanan dan melayani nafsu biologis suaminya.

Sejumlah Tokoh Islam memprotes keberadaan Sinetron ini, karena di dalamnya banyak memakai simbol-simbol keislaman seperti jilbab, peci haji, sebutan ummi untuk seorang ibu, dan lain-lain, padahal isinya sangat bertentangan dengan nilai-nilai keislaman. Islam seolah-olah agama yang melegalkan seorang perempuan itu hanya berperan sebagai batur sesumur, batur sedapur dan batur sekasur saja. Sementara hak-haknya sebagai hamba Allah dan sebagai warga Negara diabaikan. Oleh karenanya banyak kalangan Santri dan Cendekiawan Muslim yang tidak setuju dengan penayangan Sinetron ini, sebab dianggap melecehkan Islam.

Cerita sinetron di atas mengilustrasikan tentang gambaran kaum wanita masa lampau, walaupun jaman sekarang juga masih ada di daerah-daerah tertentu. Masih ingat dalam sejarah Islam, suatu hari sahabat Umar bin Khathab sedang sendirian di suatu tempat, ia terkadang menangis terkadang tertawa. Lalu ia ditanya oleh sahabat lainnya, kenapa engkau terkadang menangis dan terkadang tertawa? Ia menjawab: aku menangis bila teringat perbuatanku pada zaman jahiliyah (sebelum masuk Islam), dimana aku sering melakukan kebodohan: aku membunuh anak perempuanku sendiri dengan cara mengubur hidup-hidup, karena aku takut malu punya anak perempuan. Lalu kenapa engkau tertawa? Tanya sahabat itu. Ia menjawab: pada jaman jahiliyah aku sering menyembah berhala yang kubuat sendiri dari roti. Berhala itu terkadang kusembah, tetapi di saat aku lapar berhala itu aku makan. Inilah yang membuat aku ini tertawa. Itulah sepenggal kisah kaum perempuan pada zaman jahiliyah, betapa rendahnya drajat seorang perempuan dibanding kaum lelaki, sehingga setiap orang tua yang melahirkan anak perempuan dianggap aib, karena anak perempuan tidak bisa perang dan tidak bisa berperan aktif di dunia politik, sosial, dan hukum secara lebih leluasa dibanding kaum laki-laki. Namun setelah nabi Muhammad Saw. lahir ke dunia dengan membawa misi Islam Rahmatal lil’alamiin keadaan jauh berubah. Islam adalah agama yang mengajarkan agar umatnya menghargai kaum perempuan. Sebagaimana tertulis dalam kitab hadits Riyadhus Shalihin, nabi Muhammad Saw. bersabda,

“Orang mukmin yang paling sempurna keimanannya adalah orang yang paling indah akhlaknya. Sedangkan yang paling baik diantara mereka adalah yang paling baik memperlakukan wanita”.( HR. Abu Daud )

Mengenal Perjuangan Kartini

Limabelas abad setelah nabi Muhammad Saw. lahir dengan membawa misi Islam Rahmatan lil’alamiin, di Indonesia muncullah seorang sosok Srikandi yang mendobrak sistem hareem yaitu Raden Ajeng Kartini. Kebetulan Ia lahir pada tanggal yang sama dengan lahirnya nabi Muhammad Saw. yakni tanggal 21 April 1879 M. di Desa Mayong Kabupaten Jepara Jawa Tengah. Peranannya di negeri ini sebagai pahlawan pembebas kaum wanita dari kegelapan menuju terang benderang (habis gelap terbitlah terang). Sedangkan nabi Muhammad Saw. lahir pada tanggal 21 April 571 di Makkah. KehadiranNya ke dunia ini disebutkan dalam alQur’an sebagai pembawa penerang dari kegelapan (minaz zhulumati ilan nuur).

Raden Ajeng Kartini lahir dari pasangan Raden Mas Adipati Ario Sosroningrat seorang Bupati Jepara dengan seorang Ibu bernama Ngasirah dari Jepara. Sedangkan kakeknya bernama Pangeran Ario Tjondronegoro IV juga seorang Bupati (Demak). Sejak kecil Ia hidup di lingkungan keluarganya yang sangat disiplin. Disamping belajar di Sekolah Formal saat itu, Ia juga belajar di Rumahnya dengan mendatangkan guru dari luar. Tidak ketinggalan Pendidikan Agama Islam dan Akhlak juga ditanamkan oleh kedua orang tuanya, maka jangan heran apabila Ia itu tergolong anak yang cerdas. Walaupun telah belajar banyak hal, tetapi Ia tidak boleh menghilangkan budaya Jawa. Demikian yang diterapkan oleh keluarganya sejak Ia masih kecil.

Setelah selesai menjalani masa pingitan, Ia memberanikan diri untuk keluar dari Rumahnya sekedar melihat keadaan lingkungan di dunia luar keluarganya. Dari sinilah Ia melihat dan mengamati kaumnya secara real, bahwa kaum wanita saat itu sangat memprihatinkan karena terpasung oleh budaya Jawa yang sangat kental. Dalam budaya Jawa seorang perempuan tidak usah sekolah terlalu tinggi, tidak usah terlalu ngotot ingin berperan aktif di dunia sosial, politik, maupun hukum. Karena, akhirnya seorang perempuan pasti akan berujung di Dapur, Sumur, dan Kasur.

Melihat fenomena kaum perempuan Jawa pada waktu itu, Kartini banyak bertafakkur. Apa benar peran seorang perempuan hanya sebatas di Dapur, Sumur, dan Kasur saja? Kegelisahan seperti inilah yang membuat Kartini lebih semangat lagi belajar sehingga akhirnya menemukan bahwa tugas laki-laki dan perempuan itu sama, baik sebagai hamba Allah maupun perannya di Masyarakat.

Berangkat dari pemikiran inilah Kartini bertekad untuk memperjuangkan nasib kaum perempuan Indonesia agar sejajar dengan kaum perempuan lainnya di dunia. Paling tidak ada tiga hal yang diperjuangkan Kartini untuk mengangkat derajat kaum perempuan Indonesia. Diantaranya adalah sebagai berikut:

Pertama, Emansipasi wanita. RA.Kartini berpendapat bahwa antara kaum pria dan wanita mempunyai persamaan hak dan kewajiban sebagai warga Negara Indonesia. Artinya adalah apa yang bisa dilakukan oleh seorang pria di negeri ini berarti juga bisa dilakukan oleh seorang wanita. Kalau seorang pria bisa menduduki jabatan apa saja, kenapa seorang wanita tidak? Asal dia mempunyai kompetensi dan kredibelitas yang tinggi. Saat ini jerih payah dan perjuangan RA.Kartini sudah bisa dinikmati oleh Kartini-Kartini lain pada abad reformasi ini. Terbukti dengan menjadi presidennya seorang Megawati Soekarno Putri, dan banyaknya Kepala Daerah, Mentri, dan lain sebagainya yang berasal dari kaum hawa. Kini peranan kaum perempuan lebih luas lagi tidak hanya di kalangan sipil, tetapi juga di kalangan militer dan kepolisian, tidak sebatas di Dapur, Sumur, dan Kasur saja.

Kedua, Pendidikan untuk Kaum Perempuan. RA.Kartini berpandangan bahwa pendidikan adalah modal utama untuk kemajuan suatu bangsa. Islam mengajarkan bahwa wanita adalah tiang suatu Negara. Apabila wanita itu baik, maka baiklah Negara itu. Tetapi apabila wanita itu jelek, maka hancurlah Negara itu. Dari argumentasi inilah, Ia bertekad bahwa kaum perempuan Indonesia harus mengenyam pendidikan supaya pandai dan sejajar dengan perempuan lain di dunia. Pendidikan bukan hanya milik kaum lelaki dan kaum yang berduit saja, tetapi pendidikan adalah milik semua kaum termasuk kaum perempuan. Demikian cita-cita RA.Kartini yang begitu agung, sehingga sekarang atas jasanya, perempuan-perempuan Indonesia sudah sejajar dengan kaum laki-laki dalam menikmati pendidikan. Bahkan sudah banyak srikandi Indonesia yang menimba ilmu sampai ke luar negeri untuk memajukan bangsa ini. Terima kasih Kartini, semoga jasa-jasanya dibalas oleh Allah dengan sorgaNya yang agung. Amiin.

Ketiga, Kebangsaan. RA.Kartini berprinsip bahwa perempuan Indonesia harus bisa berperan aktif untuk bangsa, apapun statusnya dan di manapun keberadaannya. Karena siapa lagi yang akan memajukan bangsa ini kalau bukan perempuan Indonesia. Yang professional di bidang olah raga, silahkan berjuang di bidang olah raga untuk mengharumkan bangsa, sehingga sampai tingkat dunia, seperti piala uber cup. Bagi yang ahli di bidang ilmu pengetahuan dan teknologi (IPTEK), berjuanglah di bidang IPTEK untuk kemajuan bangsa. Dan siapa yang cakap di bidang politik, hukum, sosial, dan seni budaya, berjuanglah dibidang ini, demi kemajuan untuk mengangkat drajat dan martabat sebuah bangsa.

Untuk mengenang jasa-jasanya, setiap tanggal 21 April kaum perempuan bangsa Indonesia memperingati tanggal tersebut sebagai hari Kartini. Kini Kartini telah tiada, semoga semangat dan tekad perjuangan Kartini masih tetap menyala dan melekat di hati kaum perempuan Indonesia, bukan sebaliknya. Misalnya dulu Kartini anak pingitan, pada masa reformasi berubah menjadi anak pungutan, lihat kasus traffiking. Dulu masa Kartini kawin paksa, sekarang malah berubah menjadi maksa kawin (kumpul kebo),dengan mengesampingkan nilai-nilai agama. Andaikan Kartini masih hidup, pasti Ia akan marah melihat keadaan perempuan Indonesia sekarang yang sudah banyak menyimpang dari nilai-nilai agama dan budaya bangsa yang luhur. Semoga.

* Mursana, M.Ag. : Ketua Pokjaluh Kandepag Kab. Cirebon, alumni Pesantren Darussalam Ciamis

Tidak ada komentar:

Posting Komentar