Jumat, 21 Agustus 2009

MENCARI FIGUR PEMIMPIN IDEAL

Oleh : Mursana, M.Ag.

Pada awal Pebruari 2008 lalu sejumlah tokoh di Kabupaten Cirebon ramai berbondong-bondong meminang Partai tertentu untuk bertarung pada Pemilihan Kepala Daerah Kabupaten Cirebon yang akan dilaksanakan beberapa bulan lagi setelah masyarakat Jawa Barat memilih Calon Gubernur dan Wakilnya pada bulan April besok. Pada bulan ini sebagian partai telah membuka pendaftaran penjaringan Calon Bupati dan Wakilnya. Berbagai obrolan kecil pun di warung-warung kopi, Pos Kamling, Kantor, Majelis Taklim dan tempat kumpulan lainnya, nampaknya sudah mulai heboh membicarakan tentang siapa kira-kira calon yang pantas untuk memimpin Kabupaten Cirebon? Mayoritas ibu-ibu pengajian di majelis taklim berpendapat, “Siapapun yang akan menjadi Bupati dan wakilnya, yang penting adalah harus bisa menyejahterakan warga Cirebon.” Menurut mereka kondisi masyarakat saat ini betul-betul memprihatinkan di mana harga sembako naik terus, lapangan kerja semakin sulit, pengangguran semakin melilit, belum lagi biaya pendidikan menengah dan tinggi, serta biaya kesehatan yang tidak terjangkau oleh masyarakat kecil.

Melihat kondisi masyarakat seperti ini, beberapa orang tokoh yang akan berkompetisi dalam pemilihan kepala daerah mendatang sudah mulai berkampanye dengan berbagai cara. Ada yang melakukan Road Show dari kampung ke kampung dengan dalih pembagian sumbangan kepada para yatim piatu dan janda, ada pula yang melakukannya dengan cara cukup memasang tanda gambarnya dengan mottonya melalui pamflet dan spanduk yang dipasang pada tihang listrik dan jalan-jalan keramaian. Bahkan ada juga yang melakukannya dengan cara memasang iklan melalui media massa. Pastinya, Pesta Pemilihan Kepala Daerah Kabupaten Cirebon diprediksi bakal ramai melebihi Kotamadya kemarin.

Melalui tulisan ini, penulis menghimbau kepada seluruh warga masyarakat Kabupaten Cirebon agar tidak terjebak dan terhipnotis dengan janji-janji dan program yang muluk-muluk dari masing-masing kandidat tersebut. Sudah menjadi tradisi dalam kampanye itu, seorang calon pemimpin biasanya menawarkan barang dagangannya dengan bujukan, propaganda dan rayuan kepada para pembeli agar mau membeli produk yang ia dagangkan.

Cirebon mempunyai sejarah masa lampau yang cemerlang sehingga terkenal di se-antero Ibu Pertiwi. Seorang tokoh yang telah berhasil mengislamkan Cirebon khususnya dan Jawa Barat pada umumnya. Beliau adalah Syekh Syarif Hidayatullah atau lebih masyhur dengan sebutan Kanjeng Sunan Gunung Jati. Ketika masih hidup dan memimpin Cirebon, Beliau berwasiat kepada masyarakat Cirebon “Ingsun titip Tajug lan Fakir Miskin.” Dengan konsep kepemimpinan inilah, sehingga rakyat Cirebon aman, sejahtera, subur dan makmur.

Dengan demikian, apabila warga Kabupaten Cirebon mengingnkan daerah ini aman, sejahtera masyarakatnya (ekonomi, pendidikan, kesehatan terpenuhi), subur tanahnya dan makmur kehidupan rakyatnya, maka pilihlah calon pemimpin yang sudah terbukti melaksanakan wasiat sang Waliyullah tersebut.

Makna Wasiat Sunan Gunung Jati

Apa makna sesungguhnya di balik wasiat “Ingsun titip Tajug lan Fakir Miskin” sehingga Beliau berhasil memimpin Cirebon. Dalam tulisan ini akan diuraikan secara jelas pemahaman makna dari wasiat kanjeng sinuhun, sebagai berikut:

Pertama, Ingsun titip Tajug. Beliau berpesan agar wong Cirebon selalu memelihara Tajug. Tajug adalah masjid tempat umat Islam melakukan ibadah ritual (Mahdhoh) seperti sholat lima waktu : Zhuhur, Ashar, Maghrib, Isya’ dan Subuh. Di manapun dan dalam keadaan apapun wong Cirebon, jangan pernah meremehkan, apalagi melupakan tajug. Tajug harus dimakmurkan dengan kegiatan ibadah ritual seperti sholat dan dzikir dan ibadah sosial seperti pemberdayaan umat melalui pendidikan Madrasah Diniyah, TKQ dan TPQ, juga melalui pengembangan ekonomi ke-umatan. Tentu saja harus diawali oleh Bupati dan jajarannya termasuk para Kepala Dinas yang ada di bawahnya. Bagaimanapun juga mereka itu adalah seorang Imam yang harus diikuti dan diamini segala program dan aksinya oleh makmum/rakyat.

Pada masa Khulafaur Rosyidin, Abu Bakar As-Shidiq kenapa terpilih oleh para shahabat lainnya sebagai khalifah/pengganti Rasulullah SAW? Karena didasarkan kepada suatu peristiwa ketika Rasulullah SAW tidak ke masjid beberapa hari (sebab sakit), lalu Beliau menyuruh Abu Bakar As-Shidiq untuk menjadi Imam Masjid sebagai pengganti-Nya. Berdasarkan dari kepemimpinan sholat dan manajement masjid inilah Abu Bakar terpilih sebagai seorang pemimpin pengganti Rasulullah SAW. Dan ternyata Dia sukses mengemban tugas ini, sehingga Islam semakin berkembang di luar negeri Arab.

Hikmah apa yang bisa dipetik dari kepemimpinan sholat dan manajemen masjid? 1) Kedisiplinan (almatiin) waktu dalam menjalankan tugas. Bisa dilihat, bagaimana giatnya umat Islam menjalankan ibadah sholat, bila waktu telah tiba, baik di waktu siang maupun malam. Karena sholat harus didirikan pada waktunya, begitu kata firman Allah SWT dalam Kitab Suci Al-Qur’an. Juga disiplin dalam menjalankan tugas pokok dan fungsi antara Imam dan Makmum. Kewajiban makmum adalah mengikuti program dan kebijakan seorang Imam. Maka jika Imam berdiri, makmum juga harus berdiri. Imam sujud, makmum juga harus sujud. Begitu juga jika Imam duduk, makmum juga harus duduk dan seterusnya. Belajar dari sholat inilah seorang pemimpin dan yang dipimpin harus disiplin waktu dan menjalankan tugas sesuai dengan tugas dan fungsinya masing-masing. Kedisiplinan saja tidak cukup, maka harus dibarengi dengan yang ke 2) Tanggung jawab (Al-Wakiil) dalam menjalankan tugas. Orang yang sholat sangat bertanggung jawab, karena kelak sholatnya itu akan dimintai pertanggungjawaban pada hari akhir nanti. Sesuai dengan hadits Rasulullah SAW, bahwa amal yang paling pertama ditanya pada hari kiamat adalah sholat, bila sholatnya baik maka baiklah amalan yang lain. Bila sholatnya jelek maka jeleklah amalan yang lain. Seorang pemimpin harus bertanggung jawab kepada rakyat, dengan melaksanakan tugas-tugasnya dengan baik sesuai dengan undang-undang yang berlaku. Ini terlihat dalam sholat, ketika Imam harus bertanggungjawab kepada para jama’ahnya sesuai dengan tuntunan syari’at Islam. 3) Menjunjung tinggi nilai-nilai kejujuran (Al-Mu’min). Di dalam sholat diajarkan agar setiap orang Islam menjunjung tinggi nilai-nilai kejujuran, hal ini bisa dirasakan ketika seseorang melaksanakan sholat, ia tidak berani sedikitpun untuk mengurangi atau menambagi rokaat sholat. Inilah perwujudan dari nilai-nilai kejujuran. Kejujuran seorang pemimpin sangat dibutuhkan untuk menyejahterakan rakyat. Krisis multidimensi yang melanda negeri ini disebabkan karena hilangnya nilai-nilai kejujuran di kalangan para pemimpin. 4) Bekerjasama (al jami’). Ibarat mendirikan sebuah bangunan, diperlukan kerjasama yang baik dengan berbagai pihak agar bangunanitu bisa selesai dengan sempurna. Begitu pula dengan mendirikan sholat berjama’ah, diperlukan juga kerja sama antara Muadzin, Imam dan Ma’mum. Seorang pemimpin tidak ada apa-apanya tanpa adanya kerjasama dengan bawahannya. 5) Menegakkan keadailan (al’adlu). Bagi jama’ah shalat yang datang lebih dulu maka barisannya menempati jajaran paling depan. Sedangkan bagi jama’ah yang datangnya terlambat harus menempati jajaran paling belakang. Ketika Imam sujud, semua jama’ah (ma’mum) wajib sujud apapun status sosialnya di masyarakat. Demikian juga ketika Imam berdiri, ruku, atau gerakan shalat lainnya, dalam keadaan apapun, ma’mum wajib mengikuti Imam. Termasuk keadilan dalam sholat lainnya adalah adanya dispensasi (rukhsah). Seperti ketika seorang mau melakukan perjalanan jauh, maka ia boleh melaksanakannya dengan dijama’ (digabungkan 2 sholat : Zhuhur dengan Asar dan Magrib dengan Isya’) atau bisa saja dengan menggunakan Qhasar (menyingkat bangsa empat rokaat menjadi rua rokaat). Seorang pemimpin tidak boleh tebang pilih dalam mengambil kebijakan. Walaupun ketika Pemilihan Kepala Daerah ada beberapa wilayah yang tidak memilihnya, maka ketika menjadi seorang Bupati dan wakilnya tidak boleh memarjinalkan wilayah tersebut. Jadi harus bersikap adil dan tidak ada diskriminatif. 6) Mempunyai visi ke depan (al-akhir). Visi di dalam sholat adalah Assalam (kesejahteraan dan kedamaian). Seorang Bupati ke depan harus bisa dan mampu menyejahterakan rakyat dan menjadikan daerahnya aman dan damai sehingga masyarakat kondusif. 7) Mempunyai kepedulian yang tinggi (Assami’ dan al bashiir). Imam harus melihat dan mendengar keadaan jamaahnya. Lafadz “Amiin” diucapkan ma’mum adalah symbol suara rakyat harus didengar. Sedangkan lafadz “salam” dengan menengokkan kepala ke kanan dan ke kiri adalah symbol seorang Bupati harus bisa melihat keadaan rakyatnya (peduli). Setelah melihat dan mendengar lalu bagaimana solusinya memecahkan problematika sosial ini. 8) Demokrasi harus dipelihara. Ketika Imam itu salah atau lupa dalam gerakan sholat, lalu ma’mum mengingatkannya dengan bacaan “Subhanallah” maka Imam harus memperhatikan aspirasi ma’mum. Begitu pula kalau Imam itu lalai dalam salah satu bacaan shalat dan makmum mengingatkannya, maka Imam harus introspeksi diri dengan cara sujud sahwi. Seorang Bupati tidak boleh menutup mata dan telinga, harus bisa menerima apabila dikritik atau diingatkan oleh rakyatnya. Jangan lupa Bupati juga manusia: bisa benar, bisa juga salah.

Tajug adalah simbol kesinergian antara hamba dengan Tuhannya dengan istilah al-Qur’annya hablum minallah. Karena walaupun bagaimanapun hidup di dunia ini tanpa Allah tidak ada apa-apanya.

Kedua, ingsun titip fakir miskin. Fakir miskin adalah simbol kesinergian hubungan antara sesama manusia (hablum minannas). Prioritas utama Bupati mendatang adalah mengentaskan kemiskinan dengan cara memperbanyak lapangan pekerjaan: bangkitkan kembali industri rotan, batik, pertanian agar tidak banyak yang menganggur. Prioritas kedua adalah menstabilkan Ekonomi Kerakyatan: turunkan harga minyak dan sembilan bahan pokok makanan. Prioritas ketiga adalah pendidikan dan kesehatan gratis untuk wong cilik. Apabila wasiat Kanjeng Sinuhun ini benar-benar dilaksanakan oleh Bupati mendatang, Insya Allah kabupaten Cirebon menjadi kabupaten yang Baldatun Thayibatun wa rabbun ghofuur (Daerah yang subur, makmur, aman, sejahtera, dan dalam ampunan Allah). Sebaliknya bila pesan tersebut diabaikan oleh Bupati mendatang, maka bersiap-siaplah terkena musibah dan kehinaan. Seperti diungkapkan dalam Al-qur’an : “Mereka ditimpa kehinaan dimana saja mereka berada, kecuali jika mereka berpegang teguh kepada tali agama Allah dan tali perjanjian dengan manusia” (Q.S Ali Imron : 112).

Demikianlah tulisan sederhana ini, mudah-mudahan menjadi pencerahan kepada masyarakat agar tidak terpedaya dengan janji-janji bohong calon Bupati dan Wakilnya. Jangan melihat bagaimana penampilan para calon, tapi lihatlah visi dan misi mereka dengan dibuktikan aksi yang nyata di lapangan. Semoga.

* Mursana, M.Ag, Penyuluh Agama Islam

Kec. Plumbon Kandepag Kab. Cirebon

Tidak ada komentar:

Posting Komentar