Jumat, 06 November 2009

BENARKAH HAJI MARDUD PANGGILAN TUHAN?

Oleh : Mursana, M.Ag.
”Panggilan haji telah tiba lagi, menunaikan ibadah panggilan baitullah, tanah suci Makkah ia Makkatul mukarramah”. Penggalan syair ini sempat dipopulerkan oleh Group Qasidah Modern Nasyida Ria asal Kota Semarang pada tahun 80-an. Pada bulan ini, bait-bait syair di atas terasa terngiang-ngiang kembali di telinga dan sangat menggetarkan setiap kalbu orang yang beriman, di mana umat muslim yang mendapat panggilan Allah untuk menunaikan ibadah Haji Tahun ini, semarak mengadakan walimatus safar.
Menurut rencana kelompok terbang (kloter) pertama jama’ah haji asal Propinsi Jawa Barat diberangkatkan pada tanggal 22 Oktober 2009. Berbagai persiapan telah dilakukan baik oleh pihak panitia penyelenggara maupun oleh peserta jama’ah haji. Maklum saja karena ibadah yang satu ini merupakan ibadah yang sangat istimewa dalam ajaran Islam. Sebab yang melakukannya bukan hanya dituntut kemampuan dalam bidang jasmani tetapi juga rohaninya harus kuat.
Menurut Sayid Sabiq (1983) Ibadah Haji ialah menyengaja pergi ke Makkah untuk menunaikan Ibadah Thawaf, Sa’i, Wuquf di Arafah, dan seluruh rangkaian manasik karena memenuhi perintah dan mencari ridho Allah. Ibadah haji diwajibkan pada tahun ke enam setelah hijrah, demikian menurut Jumhur Ulama. Haji merupakan satu-satunya ibadah ritual yang mempunyai perbedaan khusus dibanding dengan ibadah ritual lainnya, seperti Shalat, Zakat dan Puasa. Karena ibadah haji merupakan ibadah ritual yang mempunyai dua dimensi yaitu ibadah material (maaliyah) dan non material (badaniyah). Oleh karena itu dalam menunaikan ibadah haji ini dibutuhkan adanya kesiapan secara meteri dan non materi. Imam Sayid Sabiq (1983) mensyaratkan “Sanggup” (isthitha’ah) dengan: 1) Sehat badan, 2) Aman dalam perjalanan bagi dirinya dan hartanya, 3) Mempunyai bekal yang cukup. Sedangkan menurut ulama lain, kata ini ditafsirkan mampu secara perbekalan, transportasi, akomodasi, juga mampu mencukupi nafkah keluarga yang ditinggal selama menunaikan Ibadah Haji.
Haji Mabrur Panggilan Tuhan
Ibadah haji merupakan ibadah yang sangat berat. Betapa beratnya Ibadah ini, sehingga Rasulullah Saw. menggolongkan ibadah ini mempunyai nilai jihad. Dalam hadits yang diriwayatkan oleh Imam Bukhori dan Muslim dari ‘Aisyah sewaktu dia mengadu kepada Nabi Saw., “apakah ada jihad bagi kaum perempuan?” Beliau menjawab: “Ya ada jihad tapi bukan perang”. “Lalu apa?”. “Haji dan Umrah” jawab Beliau. Di dalam riwayat lain Nabi Saw. bersabda: “Jihad yang paling utama ialah haji yang mabrur” (lihat Asshon’any dalam Subulussalam, II:178). Dalam hadits lain diceritakan bahwa “tidak ada balasan yang pantas bagi haji mabrur kecuali sorga”. HR. Bukhori dan Muslim. Imam Nawawi berpendapat bahwa haji mabrur ialah haji yang tidak dicampuri dengan dosa-dosa. Menurut Asshon’any, haji mabrur ialah haji yang menjadikan pelakunya melahirkan dan meningkatkan kebaikan dan kebajikan yang berkesinambungan setelah menunaikan ibadah haji. Namun tidak sedikit orang yang baru pulang menunaikan ibadah haji, bahkan ia berkali-kali menunaikan ibadah haji, tetapi ternyata ibadah tersebut tidak ada pengaruhnya sama sekali bagi dirinya. Artinya ibadah yang ia lakukan tidak membawa perubahan/dampak positif sedikitpun, bahkan ia semakin gila prilakunya. Na’udzu billah min dzalik. Mugkinkah ada yang salah, baik dalam niat maupun dari cara-cara yang ia tempuh dalam rangka menunaikan ibadah akbar ini.
Setiap kali Allah mengundang umat Islam untuk menunaikan ibadah haji, pasti ada tujuan tertentu. Adapun tujuan Allah Swt. mengundang umat Islam tersebut adalah Allah sebagai Tuhan pemelihara alam semesta mempunyai keinginan ( iradat ) untuk membina umatNya agar bisa menjadi khalifah di muka bumi ini dengan baik sesuai dengan kehendakNya. Sebagai khalifah ( wakil Allah ), manusia diberi keistimewaan yang tidak dimiliki oleh makhluk lain. Keistimewaan itu bernama akal budi. Tentu saja anugerah ini tidak mungkin bisa berjalan dan berfungsi secara maksimal tanpa dibimbing dan dibina. Pelaksanaan ibadah Haji merupakan wahana pembinaan, pendidikan, dan pelatihan bagi umat Islam, di mana Allah swt. sebagai Rabb, membina dan membimbing secara langsung kepada para hujaj dengan harapan hasil dari pembinaan itu bisa diaplikasikan dalam kehidupan sehari-hari setelah kembali ke Tanah air. Aplikasi dari hasil didikan Allah itu bukan hanya untuk dirinya tetapi juga untuk lingkungan masyarakat sekitar.
Haji Mardud Panggilan Hantu?
Ibarat sebuah majelis ta’lim Pak haji dan Bu haji Mabrur adalah peserta didik yang mendapat panggilan/undangan khusus dari Tuhan (alQudus) Yang Maha Suci untuk mengikuti pendidikan dan pembinaan, sehingga mereka bisa mengikutinya dengan serius dan khusyu’. Maka pantas ilmu yang diperolehnya dari diklat itu utuh dan barokah serta bisa diaplikasikan dalam kehidupan sehari-hari.
Sedangakan Pak haji dan Bu haji Mardud adalah peserta didik yang tidak diundang alias tamu yang tidak diundang dalam diklat tersebut, karena memang mereka tidak pantas untuk diundang. Bagaimana mungkin Tuhan (alQudus) Yang Maha Suci mengundang orang yang tidak suci niatnya, hartanya, dan perbuatannya? Ketika alQudus mendidik dan membina peserta yang diundang secara serius, maka mereka yang tidak diundang ikut aktif juga dalam diklat itu, tetapi mereka tidak serius mengikutinya atau main-main. Pada waktu alQudus menyuruh ihram, wukuf, thowaf, sa’i, tahallul, dan jamarat, mereka yang tidak diundang juga mengikuti rangkaian kegiatan manasik tersebut, tetapi main-main. Maka pantas ketika mereka pulang dari diklat atau kembali ke Tanah air, hasil dari diklat itu tidak membawa perubahan sama sekali bagi dirinya apalagi untuk orang lain. Artinya adalah mereka sebelum dan sesudah haji sama saja, begitu-begitu aja. Maka Penulis berkesimpulan bahwa tidak semua orang yang menunaikan ibadah haji itu merupakan panggilan Tuhan, bisa jadi panggilan Hantu atau lainnya. Haji mardud adalah salah satu contoh haji panggilan hantu. Karena dari persyaratan dan niat untuk berhaji tidak sesuai dengan tuntunan syari’at Islam, misalnya hartanya tidak halal atau niatnya tidak ikhhlas. Dan setiap orang yang dipanggil Tuhan untuk menunaikan ibadah haji merupakan orang-orang pilihanNya yang sudah memenuhi syarat dan rukun, baik jasmani (materi) maupun ruhaninya (mental).
Demikian beberapa renungan ini sengaja Penulis paparkan semoga menjadi bahan pertimbangan bagi orang-orang yang bermaksud menunaikan ibadah haji, agar haji yang dilaksanakan tidak sia-sia. Amiin.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar