Rabu, 10 Februari 2010

MENJADI SANTRI KEHIDUPAN

Oleh: Mursana, M.Ag
(Ketua Pokjaluh Kandepag Kab.Cirebon, Alumni Pesantren Darussalam Ciamis)

Dalam definisi Clifford Geerts (1989) perkataan santri mempunyai arti sempit dan arti luas. Dalam arti sempit, santri adalah seorang murid di suatu sekolah agama yang disebut pondok atau pesantren. Sedangkan dalam arti luas santri adalah bagian dari penduduk jawa yang memeluk Islam secara benar-benar, shalat, pergi ke masjid pada hari Jum’at, mengaji dan lain-lain. Kegiatan keseharian santri, disamping mengaji juga dilatih kedisiplinannya dengan mengerjakan kewajiban agama seperti sholat berjamaah dan puasa. Dalam banyak pesantren, seorang santri yang tidak ikut sholat berjama’ah dikenakan hukuman ringan yang sifatnya mendidik. Adakalanya hukuman berupa membaca surat-surat tertentu dari al-Qur’an atau membersihkan lingkungan pesantren. Ada lagi anjuran untuk melakukan puasa sunnah atau dzikir-dzikir tertentu secara kolektif yang dikerjakan pada waktu-waktu tertentu.

Dalam hal pergaulan santri dengan masyarakat luar, terdapat batasan-batasan yang ketat mengingat ulama (Kiai sebutan masyarakat Jawa) bukan hanya memiliki kewajiban untuk mengajarkan santri, akan tetapi juga berfungsi sebagai pengganti orang tua yang bertanggung jawab penuh atas keselamatan setiap santri sekaligus membentuk kepribadiannya. Sistem isolasi di pesantren, di samping bertujuan untuk menjaga keselamatan santri dan dapat mempermudah mengontrol dan mengamati perkembangan para santri, sistem isolasi santri juga bertujuan agar para santri dapat memaksimalkan waktu belajar mereka tanpa harus terganggu dengan urusan-urusan yang lainnya. Begitu juga halnya dengan pergaulan antara santriwan dan santriwati hanya mereka yang memiliki hubungan darah (muhrim) saja yang boleh berjumpa. Apabila terjadi hubungan dengan yang bukan muhrimnya, maka dikenakan Ta’zir (hukuman) karena dianggap melanggar syariat agama. Demikian sekilas kegiatan santri ketika masih belajar di pondok pesantren. Mereka bukan hanya diajarkan keilmuan dan ketrampilan hidup tetapi juga diajarkan akhlakul karimah.
Ajaran Pesantren
Tidak dipungkiri lagi bahwa Pondok Pesantren adalah lembaga pendidikan tertua di Indonesia. Keberadaan pendidikan Pondok Pesantren diakui keunggulannya baik di dalam maupun luar negeri. Terbukti dengan makin banyaknya para peneliti yang ingin mengetahui kehidupan santri di Pondok Pesantren. Hal ini terjadi karena pendidikan yang diajarkan di Pondok Pesantren kepada para santrinya tidak hanya ilmu-ilmu yang bersifat teoritis, tetapi juga yang bersifat praktis.
Adapun ilmu-ilmu teoritis yang diajarkan di Pondok Pesantren antara lain: 1) ilmu aqidah/tauhid. Ilmu ini mengajarkan kepada para santri tentang bagaimana bertauhid yang benar sesuai dengan syari’at Islam. Beberapa kitab yang diajarkan dalam materi ini adalah aqidatul ‘awam, tijan addarari, jauhar tauhid, fathul majid, dan lain-lain. 2) ilmu fiqhi. Ilmu yang mendidik santri tentang bagaimana hubungan dengan Allah(ibadah) dan hubungan sesama manusia (mu’amalah). Kitab-kitab yang diajarkan diantaranya: safinatun najah, sulamut taufiq, taqrib, fathul qarib, fathul mu’in, fathul wahab, kifayatul akhyar, I’anatut thalibin, dan lain-lan. 3) ilmu akhlaq. Dalam ilmu ini diajarkan bagaimana akhlak seorang santri kepada Allah, NabiNya, sesama manusia,lingkungan hidup, dan alam sekitarnya. Kitab-kitabnya antara lain: akhlaqul lil banin, ta’limul muta’alim, dan lain-lain. 4) ilmu tafsir/hadits. Ilmu ini mengajarkan para santri bagaimana memahami isi kandungan kitab suci Al Qur’an dan Al Hadits. Kitab-kitabnya antara lain: tafsir aljalalain, ibnu katsir, al maraghi, al munir, dan lain-lain. Sedangkan dalam bidang hadits yaitu: al arbain nawawiyah, bulughul maram, subulus salam, riyadhus shalihin, dan lain-lain. 5) ilmu alat. Suatu ilmu yang mengajarkan kepada para santri bagaimana cara membuka ilmu-ilmu agama, seperti ilmu bahasa (nahwu, sharaf, balaghah, mantiq, arudh), ushul fiqh, mushthalahul hadits, ulumul qur’an, dan lain sebagainya.
Disamping ilmu-ilmu yang bersifat teoritis, Pondok Pesantren juga mengajarkan para santri tentang hal-hal yang bersifat praktis sebagai bekal hidup setelah keluar dari Pondok Pesantren, antara lain: a) kemandirian. Santri diajarkan hidup mandiri dengan ketrampilan kerja, agar setelah keluar dari Pondok Pesantren terbiasa mandiri tanpa ketergantungan dengan yang lain. b) hidup qana’ah. Sebuah konsep hidup yang diajarkan oleh Rasulullah Saw. bagaimana agar para santri selalu menerima rizki yang Allah anugerahkan, berapapun besarnya. c) tasyakur bin ni’mat. Sebuah konsep Islam, bagaimana cara mensyukuri nikmat yang ada. d) zuhud. Konsep Islam yang mengajarkan kepada para santri agar tidak terlalu mencintai dunia secara berlebihan. e) sabar dan tawakkal. Sebuah sikap tegas untuk bisa menahan diri dan pasrah setelah berusaha. Dan f) Istiqomah. Sebuah sikap konsisten dan teguh pendirian bagi seorang santri dalam menjalankan prinsip dan amaliyah kehidupan. Tidak goyah dalam berpendirian walaupun badai menerjangnya.
Aplikasi Ajaran Pesantren
Jasa seorang kiyai atau ulama di Pondok Pesantren sangat besar sekali. Sebab di Pondok Pesantren itulah seorang ulama dengan ikhlas karena Allah mengajarkan ilmunya kepada para santri, tanpa mengenal lelah. Di tempat itu juga seorang ulama membentuk karakter kepribadian santri agar suatu saat nanti bisa hidup pada zamannya berguna bagi masyarakat dan bangsa yang berasaskan akhlakul karimah. Selama bertahun-tahun santri menimba ilmu kepada ulama, sehingga ilmu ulama boleh dikatakan menyatu dalam dirinya pada waktu di pesantren tersebut. Tetapi ketika ia hidup di lingkungan yang berbeda dengan pesantren, terkadang ia melupakan nasehat sang ulama. Sehingga idealisnya sudah seperti macan ompong. Dulu ketika ia masih di pesantren sering menggembar-gemborkan pentingnya ngaji rasa; tidak boleh menzholimi orang lain, tidak boleh merasa diri paling benar, tidak boleh KKN, tidak boleh sombong, sebaliknya harus menanamkan kasih sayang kepada sesama, jujur, adil, bijaksana, rendah hati, dan lain-lain. Setelah Ia sudah tidak lagi menjadi seorang santri secara formal, Ia duduk sebagai anggota legislatif, kepala kantor, atau mungkin menjadi seorang politisi, maka dengan sendirinya nilai-nilai kesantrian itu sedikit demi sedikit terkena erosi, karena mungkin terbawa arus di mana ia hidup. Idealnya Ia harus menjadi suri tauladan dan pembaharu setiap langkahnya untuk rekan-rekannya. Juga diharapkan agar ilmu-ilmu dan ajaran-ajaran yang diterapkan di lembaga tersebut bisa diterapkan dalam kehidupan sehari-hari. Sebab gambaran hidup di Pondok Pesantren merupakan miniature kehidupan dalam dunia yang nyata. Bukan malah sebaliknya.
Melalui tulisan sederhana ini Penulis ingin menghimbau kepada seluruh alumni Pondok Pesantren agar tidak melupakan doktrin-doktrin yang diajarkan di lembaga pendidikan Islam tersebut. Apapun statusnya di masyarakat, apakah sebagai pejabat, birokrat, politikus, seniman, petani, atau mungkin sebagai konglomerat. Hidupkan nilai-nilai kesantrian di manapun saudara berada. Sebab dengan begitu, berarti saudara telah menghidupkan risalah kenabian yang diwariskan kepada para ulama. Zuhud, qana’ah, tawakkal, sabar, istiqomah, dan syukur nikmat bila diterapkan di tempat saudara bekerja, maka tempat itu akan terasa indah. Tidak akan ada lagi orang yang sikut-sikutan demi ambisi tertentu. Hiasan kasih sayang, kejujuran, amanat, tanggungjawab, dan persaudaraan akan mewarnai indahnya tempat saudara bekerja. Inilah megahnya kedahsyatan santri kehidupan. Semoga.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar