Jumat, 06 November 2009

ORIENTASI PENYULUH AGAMA ISLAM TK.KAB.CIREBON

Sumber, 03 Nopember 2009
Penyuluh Agama Islam Fungsional adalah seorang pejabat fungsional yang ditugaskan Pemerintah Republik Indonesia untuk menyampaikan program-program pembangunan melalui bahasa agama. Disamping itu, Penyuluh Agama Islam juga merupakan Pewaris perjuangan para Nabi dan Rasul Saw. Maka tidak heran bila hambatan, tantangan, ancaman, dan gangguan sering menerpa setiap saat kepada para Penyuluh Agama Islam, baik langsung maupun tidak langsung.
Berdasarkan pemikiran tersebut, Kelompok Kerja Penyuluh Agama Islam (POKJALUH) Kantor Departemen Agama Kabupaten Cirebon memandang perlu mengadakan kegiatan Orientasi Penyuluh Agama Islam Fungsional sebagai bekal para Penyuluh Agama Islam yang baru (CPNS), agar dalam melaksanakan tugasnya sesuai dengan ketentuan yang berlaku. Kegiatan tersebut dilaksanakan pada tanggal 03 Nopember 2009 di Aula BAZ Kabupaten Cirebon. Dalam kegiatan yang dihadiri 20 Peserta tersebut bertujuan untuk memberikan pembekalan ilmu-ilmu atau pengetahuan kepenyuluhan kepada para Penyuluh Agama Islam Fungsional yang baru (CPNS).
Sebagai pembicara dalam acara tersebut adalah: Kepala Seksi Penamas Drs. Sudirna,MM., Drs.Apay, Drs.Subhan, Mursana, M.Ag. dan Drs. Muhaimin.
Seluruh Peserta Orientasi begitu antusias mengikuti kegiatan ini dari pagi sampai dengan sore hari. ( Moer’S)

DIKLAT IMAM DAN KHATIB MASJID PANTURA

Pada tanggal 15 Oktober 2009 jajaran Seksi Penamas Kantor Departemen Agama Kabupaten Cirebon telah menyelenggarakan Pendidikan dan Pelatihan (Diklat) Imam dan Khatib Masjid Pantura. Kegiatan Diklat yang dihadiri 90 Peserta Imam dan Khatib ini bertujuan untuk: mengoptimalkan peran Imam dan Khatib Masjid Pantura atau Masjid Singgahan sebagai Masjid berdaya. Hadir dalam acara ini Kepala Kandepag Kabupaten Cirebon Drs.H.Abdul Ghofar, MA., didampingi oleh beberapa narasumber yang berkompeten di bidangnya, seperti Kasi Penamas Drs.Sudirna, MM., KH. Nurhadi,Lc. Dari Pesantren Babakan Ciwaringin, Drs.H. Muntakhobul Fuad,Mpd.dari DMI Kabupaten Cirebon dan Mursana, M.Ag.dari Pokjaluh. Dalam sambutannya Kepala Kandepag Kabupaten Cirebon mengatakan bahwa Masjid Pantura merupakan masjid singgahan yang sangat representatif dan strategis. Karena Masjid Pantura bukan hanya disinggahi ketika masa-masa mudik lebaran atau arus balik saja, tetapi pada hari-hari biasapun ramai dikunjungi jama’ah, baik lokal maupun para pendatang yang sekedar istirahat atau shalat. Oleh karena itu. Aktifitas Masjid Pantura adalah sebagai etalase Masjid-masjid yang ada di Kabupaten Cirebon. Apabila Masjid Pantura itu baik dan makmur kegiatannya, maka baiklah masjid-masjid yang ada di Kabupaten Cirebon, begitulah sebaliknya. Adapun materi Diklat Imam dan Khatib Masjid Pantura meliputi: Kebijakan Penamas dalam Pemberdayaan Masjid, Fiqh Jum’at, Tahsinul Qur’an, Sejarah Masjid, dan Teknis Penulisan Naskah Khutbah. (Moer’S)

MEMBEDAH KANTIN KEJUJURAN DI SEKOLAH

Oleh: Mursana, M.Ag

Sesuai dengan UU. No.20 Tahun 2003 bahwa Fungsi Pendidikan adalah mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa. Sedangkan Tujuan Pendidikan adalah berkembangnya potensi peserta didik, agar menjadi manusia yang beriman dan bertaqwa kepada Tuhan YME, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis dan bertanggung jawab.
Sebagai salah satu usaha untuk mencapai fungsi dan tujuan tersebut, pemerintah dalam hal ini Departemen Pendidikan Nasional bekerja sama dengan Kejaksaan Agung dan Komisi Pemberantasan Korupsi ( KPK ) mencanangkan pendirian Kantin Kejujuran di Sekolah Menengah Pertama dan Sekolah Menengah Atas di seluruh Indonesia. Kantin Kejujuran di Sekolah yang digagas oleh DR. Dody Susanto, M.Si ( Ketua umum Karang Taruna Nasional ) ini dimaksudkan pendidikan anti korupsi sejak di bangku sekolah. Dengan adanya Kantin Kejujuran di Sekolah diharapkan bisa membentuk karakter siswa setiap siswa sadar akan bahaya korupsi bagi bangsa. Sebab, karena korupsilah negara yang dikenal oleh dunia sebagai negara yang subur makmur, kaya akan sumber alam; hutan, laut, gunung, minyak, gas, dan tambang menjadi negara termiskin. Dan karena korupsi pula rakyat menjadi sengsara.
Kalau dihayati dengan seksama ternyata korupsi berawal dari ketidakjujuran seorang pemimpin. Belakangan ini nilai sebuah kejujuran memang seakan-akan menjadi barang langka, sehingga saat ini sangat susah mencari kejujuran di Bumi Pertiwi yang mayoritas penduduknya muslim ini. Padahal di Republik Indonesia tercinta ini sangat membutuhkan para pemimpin yang jujur. Yakni pemimpin yang dipercaya oleh rakyatnya,. Karena salah satu krisis bangsa ini disebabkan para pemimpinnya tidak jujur. Lihat saja penyelewengan-penyelewengan terjadi di semua lini kehidupan. Dari mulai penyelewengan APBN, APBD yang dilakukan oleh pejabat Eksekutif dan Legislatif yang jumlahnya triliunan rupiah setiap tahunnya, belum lagi aksi para koruptor yang semakin gila. Bahkan di perusahaan-perusahaan baik milik negara maupun swasta tidak ketinggalan ikut andil dalam penyimpangan tersebut. Inilah dampak dari kekhianatan para pemimpin tersebut. Kemiskinan semakin merajalela,
sementara lapangan kerja semakin langka, yang akibatnya pengangguran semakin menganga,
aksi kejahatan dimana-mana. Maka pertanyaan yang sering muncul setelah melihat kondisi seperti di atas adalah, apakah negeri ini masih bisa bangkit dari keterpurukan? Jawabannnya ialah harus bisa bangkit. Bagaimanakah caranya? Caranya adalah hendaklah semua komponen bangsa ini sadar tentang hakekat dirinya, dan harus kembali kepada hati nuraninya. Hati nurani inilah yang bernama amanah dan kejujuran. Mudah-mudahan keberadaan Kantin Kejujuran di Sekolah paling tidak bisa mengurangi rengking atau predikat Negara terkorup di Asia. Sebagaimana dimaklumi bersama, berdasarkan hasil survey nasional bahwa pada tahun 2008 lalu, Indonesia menjadi negara terkorup di Asia.
Efektif atau Penghamburan ?
Sejak disosialisasikan dua tahun silam, sudah lebih dari 1000 Kantin Kejujuran di Sekolah secara nasional di berbagai propinsi yang sudah diresmikan keberadaannya oleh Kepala Daerah dan Kepala Kejaksaan. Hal ini tentu saja perkembangan yang sangat menggembirakan bagi bangsa Indonesia. karena apabila kantin ini benar-benar efektif dan sesuai dengan tujuan yang diharapkan, optimis negeri ini akan bebas korupsi pada masa sepuluh sampai duapuluh tahun ke depan. Pasalnya anak-anak yang sekarang sedang duduk di bangku SMA, pada duapuluh tahun ke depan akan memimpin bangsa ini, menggantikan generasi tua yang korup. Keberhasilan Kantin Kejujuran di Sekolah harus didukung oleh berbagai pihak. Disamping dukungan dari Kepala Daerah dan Kepala Kejaksaan juga harus mendapat dukungan penuh dari unsur pendidikan, yakni Kepala Dinas Pendidikan, Kepala Sekolah, Komite Sekolah, orang tua siswa, dan lingkungan masyarakat. Dukungan tersebut yang paling penting adalah dukungan moral dengan aksi, tegakkan kejujuran dan hancurkan korupsi. Tidak akan ada artinya sebuah Kantin Kejujuran di Sekolah apabila nilai-nilai kejujuran tersebut dikotori oleh oknum Kepala Dinas Pendidikan atau Kepala sekolah itu sendiri. Misalnya bagaimana mungkin para siswa akan menjadi orang jujur kalau Kepala Dinas Pendidikan atau Kepala Sekolahnya nilep duit bos, gemar membuat laporan dan setempel palsu. Hal ini mungkin saja bisa selamat dari pemeriksaan Badan Pemeriksa Keuangan atau Komisi Pemberantasan Korupsi. Tapi ingat jangan lupa ada Badan Pemeriksa yang yang maha adil dan tidak mungkin bisa disuap yakni di Akhirat. Alaisallahu bi ahkamil haakimiin, Bukankah Allah hakim seadil-adilnya? Bila hal ini terus terjadi, maka keberadaan Kantin Kejujuran di Sekolah tidak akan bisa efektif. Bahkan sebaliknya, menghamburkan uang saja.

Mari perhatikan ungkapan beberapa Kepala Daerah ketika meresmikan beberapa Kantin Kejujuran di Sekolah yang ada di daerahnya. Ungkapan ini merupakan gerakan moral yang harus diikiti oleh bawahannya. Di SMAN 1 Sumber misalnya, Bupati Cirebon Drs. H. Dedi Supardi, MM.didampingi oleh Kepala Kejaksaan Negeri Sumber, Ketua Karang Taruna Nasional ( penggagas Kantin Kejujuran di Sekolah ), DR. Dody Susanto, M.Si., dan Ir. Budi setiawan Ketua Karang Taruna Jawa barat meresmikan Kantin Kejujuran di Sekolah pavorit warga Cirebon tersebut pada tanggal 29 Oktober 2007 lalu. Dalam sambutannya Bupati mengatakan bahwa keberadaan Kantin Kejujuran di Sekolah ”hendaklah mampu memberikan pelajaran moral bahwa kita tidak boleh mengambil barang orang. Dan semoga keberadaan Kantin Kejujuran di Sekolah bisa dijadikan sebagai filosofi gerakan anti korupsi”. Sementara Bupati Bandung Obar Subarna, ketika meresmikan SMAN 1 Ciparay yang dihadiri oleh perwakilan dari sekolah-sekolah setingkat SLTA seperti perwakilan dari Madrasah Aliyah (MA), dan SMK pada tanggal 15 Januari 2008 mengatakan, keberadaan Kantin Kejujuran di Sekolah diharapkan setiap siswa tidak melakukan praktek darmaji ( dahar lima ngaku siji ) alias tidak jujur dan membuat laporan palsu. Karena dalam Kantin Kejujuran di Sekolah setiap makanan atau barang dagangan sudah ada bandrolnya masing-masing. Bahkan yang lebih istimewa adalah adanya kotak untuk menyimpan uang. Setiap siswa yang membeli makanan atau barang dagangan pada Kantin Kejujuran di Sekolah, ia berhak menyimpan uangnya atau mengambil kembaliannya pada kotak uang tersebut. Pada Kantin ini tidak nampak penjaga kantin. Di sinilah para siswa dilatih untuk berbuat jujur, walaupun tanpa pengawasan seorang penjaga kantin. Lain lagi ceritanya dengan keberadaan Kantin Kejujuran di Sekolah yang ada di Kota Yogyakarta yang satu tahun ini mengalami kerugian, akibat ketidakjujuran dan keisengan para siswanya.
Sebagai akhir dari tulisan ini mari kita renungkan sebuah hadits yang diriwayatkan dari Ibnu Mas'ud ra, ia berkata, Rasulullah Saw. bersabda:
"Sesungguhnya jujur itu menunjukkan kepada kebaikan, sedangkan kebaikan menuntun menuju Surga. Sungguh seseorang yang membiasakan jujur niscaya dicatat di sisi Allah sebagai orang jujur. Dan sesungguhnya dusta itu menunjukkan kepada kemungkaran, sedangkan kemungkaran menjerumuskan ke Neraka. Sungguh orang yang selalu berdusta akan dicatat sebagai pendusta". (HR. Al-Bukhari dan Muslim )

Dari beberapa ungkapan Bupati Cirebon dan Bandung di atas, apabila benar-benar didukung dan di amiini oleh semua lapis yang ada dibawahnya, insya Allah daerah-daerah tersebut akan bebas korupsi pada masa sepuluh sampai duapuluh tahun ke depan. Semoga.

MENGENAL TRADISI ISLAM DI CIREBON

Oleh : Mursana, M.Ag

Disamping sebagai Kota Wali, Cirebon dikenal juga sebagai Kota Budaya dan Industri. Disebut Kota Wali karena Cirebon tidak bisa dilepaskan dari seorang figur seorang waliyullah Syaikh Syarif Hidatullah atau lebih dikenal dengan Sunan Gunung jati. Beliau orang yang paling berjasa dalam mengislamkan babad tanah Cirebon dan Pasundan. Adapun disebut Kota Budaya dan Industri, karena Cirebon kaya dengan budaya dan industri: dari mulai budaya harian sampai budaya tahunan yang diwujudkan dalam bentuk ritual atau slametan tertentu dan dari kerajinan khas batik, nasi jambalng, empal gentong, tarling, sampai kepada industri expor rotan dan industri sea food. Semuanya ada di Cirebon.
Secara geografis Kota Cirebon merupakan Kota yang sangat strategis. Karena merupakan daerah persinggahan atau transit dari berbagai kota yang ada di Jawa khususnya dan Kota lain di Indonesia pada umumnya. Maka tidak heran kalau di Tempat ini banyak penduduk yang datang dari berbagai daerah, baik dari Jawa maupun luar Jawa. Motivasi para imigran datang ke Cirebon bermacam-macam. Ada yang ingin mengembangkan bisnis industri, perdagangan, pariwisata, dan mencari ilmu di Perguruan Tinggi atau Pondok Pesantren.
Namun hebatnya, daerah yang dijuluki kota udang ini, walaupun penduduknya yang asli sudah banyak membaur dengan para pendatang (imigran), tetapi budaya atau tradisi Islam yang diwariskan orang-orang terdahulu tidak hilang sampai saat ini. Hal ini terjadi karena sebagian masyarakatnya mempunya keyakinan apabila tradisi yang ada sejak jaman kuno tidak dilestarikan, dikhawatirkan akan terjadi sesuatu yang tidak diinginkan.
Berikut ini akan diuraikan beberapa tradisi yang biasa dilakukan umat Islam Cirebon dalam menghadapi beberapa situasi dan kondisi tertentu berdasarkan wawancara Penulis dengan beberapa Tokoh Masyarakat Cirebon yang cukup dikenal oleh khalayak.
Pertama, upacara ngupati. Upacara ngupati dilakukan pada waktu usia kehamilan seorang ibu memasuki bulan keempat. Karena berdasarkan hadits Nabi Saw. bahwa ketika usia kehamilan tersebut si janin sudah menjadi wujud manusia dan disumpah untuk melaksanakan empat perkara ketika hidup di dunia fana. Berdasarkan hadits ini maka keluarga orang yang sedang hamil mengadakan do’a bersama atau slametan agar kelak bayi yang dikandungnya, setelah melahirkan nanti menjadi anak sholih, bahagia di dunia dan akhirat. Setelah selesai acara slametan, kemudian ramai-ramai jama’ah yang hadir menyantap hidangan yang terbuat dari Kupat dengan bebeceknya. Oleh karenanya upacara ini disebut upacara ngupati.
Kedua, upacara memithu. Upacara memithu dilaksanalan apabila usia kehamilan seseorang berusia tujuh bulan dan pada kehamilan pertama kali. Upacara ini bermakna bahwa pendidikan bukan saja setelah dewasa, akan tetapi semenjak benih tertanam dalam rahim sang ibu. Selama hamil sang ibu harus sering melakukan hal-hal yang baik dan harus selalu berusaha menghindari hal-hal yang buruk, lebih-lebih yang bertentangan dengan syari’at Islam. Dalam upacara memitu jama’ah yang diundang membaca ayat suci alQur’an Surat Lukman dan Surat Maryam, setelah itu berdoa bersama mengharapkan keselamatan.
Ketiga, upacara puputan. Upacara puputan diselenggarakan ketika pusar bayi telah puput, artinya sudah kering dan terlepas (normal). Biasanya pada hari ketujuh dari hari kelahiran. Berdasarkan hadits nabi Saw. ” Setiap anak itu tergadai dengan hewan aqiqahnya, disembelih darinya pada hari ke tujuh, dan dia dicukur, dan diberi nama.” (H.R. Imam Ahmad dan Ashhabus Sunan). Dalam upacara ini seorang anak yang baru diaqiqahi, diberi nama, dan dicukur rambutnya dibacakan ayat suci alQur’an dan dido’akan oleh jama’ah yang hadir agar menjadi anak yang sholeh, berguna bagi agama, kedua orang tua, nusa, dan bangsanya.
Keempat, upacara mudun lemah. Upacara mudun lemah atau turun tanah dilakukan ketika seorang anak sudah berumur tujuh lapan yaitu 7 x 35 hari. Hal ini dilakukan untuk memperkenalkan anak pertama kali pada bumi/tanah, agar anak tersebut setelah dewasa nanti menjadi anak yang kuat, mandiri dalam menempuh kehidupan yang penuh tantangan, dan harus dihadapinya untuk mencapai apa yang dicita-citakannya. Upacara ini juga dimaksudkan agar seorang anak mengenal asal-usulnya dari tanah. Do’a dan lantunan ayat suci alQur’an dari jama’ah yang hadir senantiasa meramaikan acara ini.
Kelima, upacara munjuk suwunan. Upacara munjuk suwunan adalah sebuah upacara slametan ketika kayu pokok atap rumah akan diangkat ke atas. Dalam upacara ini harus ada beberapa perlengkapan sebagai syarat, diantaranya adalah: kayu salam agar diberi keselamatan dan kesejahteraan, kain merah putih yang membungkus kayu pokok atap supaya penghuni rumah mempunyai jiwa patriotisme terhadap bangsa dan negara, aneka makanan untuk disedekahkan sebagai rasa syukur kepada Allah atas nikmatNya. Sebagai penutup dari upacara ini adalah do’a bersama yang dipimpin oleh seorang ‘Ulama.
Keenam, upacara sedekah laut (nadran) atau sedekah bumi. Upacara sedekah laut (nadran) atau sedekah bumi biasanya dilaksanakan pada akhir tahun menyambut tahun baru. Upacara ini dimaksudkan untuk keselamatan dan tanda terima kasih (syukur) kepada Allah Sang Pencipta alam semesta yang telah menganugerahi limpahan rizki yang amat banyak baik berasal dari laut seperti ikan atau dari hasil bumi seperti padi, sayuran, buah-buahan dan hewan ternak.
Ketujuh, upacara sedekah makam. Upacara sedekah makam diselenggarakan ketika menyambut datangnya bulan ramadhan. Hal ini dimaksudkan untuk mendo’akan arwah para leluhur agar diampuni segala dosanya dan diberi keselamatan oleh Allah Swt. Dalam upacara tersebut setiap keluarga yang leluhurnya dimakamkan ditempat itu harus membawa makanan untuk disedekahkan kepada yang membutuhkan (kaum dhu’afa’).
Kedepalan, upacara syawalan dan rajaban. Upacara syawalan dilakukan di Komplek Pemakaman Sunan Gunungjati, seminggu setelah hari ‘idul fitri, sebagai ungkapan rasa syukur kepada Allah Swt. karena diberi kekuatan dalam menjalankan ibadah puasa ramadhan dan enam hari di bulan syawal. Sedangkan upacara rajaban dilakukan untuk menziarahi makam Pangeran Panjunan dan Pangeran Kejaksan di Plangon Sumber setiap tanggal 27 Rajab yang dihadiri oleh para kerabat kedua Pangeran tersebut.
Kesembilan, upacara muludan. Upacara muludan diselenggarakan setiap tanggal 8-12 maulud/rabi’ul awal di Makam Sunan Gunungjati. Kegiatan yang dilakukan dalam upacara ini adalah mencuci benda-benda pusaka Kraton Kesepuan dan Kanoman yang disebut dengan panjang jimat. Dalam prosesi upacara tersebut diiringi dengan do’a, dzikir, dan tahlil.
Kesepuluh, upacara ngunjung buyut. Upacara ngunjung buyut adalah upacara menziarahi kuburan para leluhur. Upacara ini biasanya dilaksanakan setiap menjelang musim hujan. Dalam acara ini juga biasanya diadakan arak-arakan, pawai ta’aruf budaya dan kesenian setempat, serta hiburan rakyat.
Demikian beberapa tradisi yang biasa dilakukan oleh sebagian umat Islam di Cirebon. Semoga menjadi bahan pertimbangan bagi para ‘Ulama dan Penyuluh Agama dalam menyampaikan materi dakwahnya. Amiin. Dari berbagai sumber.

BENARKAH HAJI MARDUD PANGGILAN TUHAN?

Oleh : Mursana, M.Ag.
”Panggilan haji telah tiba lagi, menunaikan ibadah panggilan baitullah, tanah suci Makkah ia Makkatul mukarramah”. Penggalan syair ini sempat dipopulerkan oleh Group Qasidah Modern Nasyida Ria asal Kota Semarang pada tahun 80-an. Pada bulan ini, bait-bait syair di atas terasa terngiang-ngiang kembali di telinga dan sangat menggetarkan setiap kalbu orang yang beriman, di mana umat muslim yang mendapat panggilan Allah untuk menunaikan ibadah Haji Tahun ini, semarak mengadakan walimatus safar.
Menurut rencana kelompok terbang (kloter) pertama jama’ah haji asal Propinsi Jawa Barat diberangkatkan pada tanggal 22 Oktober 2009. Berbagai persiapan telah dilakukan baik oleh pihak panitia penyelenggara maupun oleh peserta jama’ah haji. Maklum saja karena ibadah yang satu ini merupakan ibadah yang sangat istimewa dalam ajaran Islam. Sebab yang melakukannya bukan hanya dituntut kemampuan dalam bidang jasmani tetapi juga rohaninya harus kuat.
Menurut Sayid Sabiq (1983) Ibadah Haji ialah menyengaja pergi ke Makkah untuk menunaikan Ibadah Thawaf, Sa’i, Wuquf di Arafah, dan seluruh rangkaian manasik karena memenuhi perintah dan mencari ridho Allah. Ibadah haji diwajibkan pada tahun ke enam setelah hijrah, demikian menurut Jumhur Ulama. Haji merupakan satu-satunya ibadah ritual yang mempunyai perbedaan khusus dibanding dengan ibadah ritual lainnya, seperti Shalat, Zakat dan Puasa. Karena ibadah haji merupakan ibadah ritual yang mempunyai dua dimensi yaitu ibadah material (maaliyah) dan non material (badaniyah). Oleh karena itu dalam menunaikan ibadah haji ini dibutuhkan adanya kesiapan secara meteri dan non materi. Imam Sayid Sabiq (1983) mensyaratkan “Sanggup” (isthitha’ah) dengan: 1) Sehat badan, 2) Aman dalam perjalanan bagi dirinya dan hartanya, 3) Mempunyai bekal yang cukup. Sedangkan menurut ulama lain, kata ini ditafsirkan mampu secara perbekalan, transportasi, akomodasi, juga mampu mencukupi nafkah keluarga yang ditinggal selama menunaikan Ibadah Haji.
Haji Mabrur Panggilan Tuhan
Ibadah haji merupakan ibadah yang sangat berat. Betapa beratnya Ibadah ini, sehingga Rasulullah Saw. menggolongkan ibadah ini mempunyai nilai jihad. Dalam hadits yang diriwayatkan oleh Imam Bukhori dan Muslim dari ‘Aisyah sewaktu dia mengadu kepada Nabi Saw., “apakah ada jihad bagi kaum perempuan?” Beliau menjawab: “Ya ada jihad tapi bukan perang”. “Lalu apa?”. “Haji dan Umrah” jawab Beliau. Di dalam riwayat lain Nabi Saw. bersabda: “Jihad yang paling utama ialah haji yang mabrur” (lihat Asshon’any dalam Subulussalam, II:178). Dalam hadits lain diceritakan bahwa “tidak ada balasan yang pantas bagi haji mabrur kecuali sorga”. HR. Bukhori dan Muslim. Imam Nawawi berpendapat bahwa haji mabrur ialah haji yang tidak dicampuri dengan dosa-dosa. Menurut Asshon’any, haji mabrur ialah haji yang menjadikan pelakunya melahirkan dan meningkatkan kebaikan dan kebajikan yang berkesinambungan setelah menunaikan ibadah haji. Namun tidak sedikit orang yang baru pulang menunaikan ibadah haji, bahkan ia berkali-kali menunaikan ibadah haji, tetapi ternyata ibadah tersebut tidak ada pengaruhnya sama sekali bagi dirinya. Artinya ibadah yang ia lakukan tidak membawa perubahan/dampak positif sedikitpun, bahkan ia semakin gila prilakunya. Na’udzu billah min dzalik. Mugkinkah ada yang salah, baik dalam niat maupun dari cara-cara yang ia tempuh dalam rangka menunaikan ibadah akbar ini.
Setiap kali Allah mengundang umat Islam untuk menunaikan ibadah haji, pasti ada tujuan tertentu. Adapun tujuan Allah Swt. mengundang umat Islam tersebut adalah Allah sebagai Tuhan pemelihara alam semesta mempunyai keinginan ( iradat ) untuk membina umatNya agar bisa menjadi khalifah di muka bumi ini dengan baik sesuai dengan kehendakNya. Sebagai khalifah ( wakil Allah ), manusia diberi keistimewaan yang tidak dimiliki oleh makhluk lain. Keistimewaan itu bernama akal budi. Tentu saja anugerah ini tidak mungkin bisa berjalan dan berfungsi secara maksimal tanpa dibimbing dan dibina. Pelaksanaan ibadah Haji merupakan wahana pembinaan, pendidikan, dan pelatihan bagi umat Islam, di mana Allah swt. sebagai Rabb, membina dan membimbing secara langsung kepada para hujaj dengan harapan hasil dari pembinaan itu bisa diaplikasikan dalam kehidupan sehari-hari setelah kembali ke Tanah air. Aplikasi dari hasil didikan Allah itu bukan hanya untuk dirinya tetapi juga untuk lingkungan masyarakat sekitar.
Haji Mardud Panggilan Hantu?
Ibarat sebuah majelis ta’lim Pak haji dan Bu haji Mabrur adalah peserta didik yang mendapat panggilan/undangan khusus dari Tuhan (alQudus) Yang Maha Suci untuk mengikuti pendidikan dan pembinaan, sehingga mereka bisa mengikutinya dengan serius dan khusyu’. Maka pantas ilmu yang diperolehnya dari diklat itu utuh dan barokah serta bisa diaplikasikan dalam kehidupan sehari-hari.
Sedangakan Pak haji dan Bu haji Mardud adalah peserta didik yang tidak diundang alias tamu yang tidak diundang dalam diklat tersebut, karena memang mereka tidak pantas untuk diundang. Bagaimana mungkin Tuhan (alQudus) Yang Maha Suci mengundang orang yang tidak suci niatnya, hartanya, dan perbuatannya? Ketika alQudus mendidik dan membina peserta yang diundang secara serius, maka mereka yang tidak diundang ikut aktif juga dalam diklat itu, tetapi mereka tidak serius mengikutinya atau main-main. Pada waktu alQudus menyuruh ihram, wukuf, thowaf, sa’i, tahallul, dan jamarat, mereka yang tidak diundang juga mengikuti rangkaian kegiatan manasik tersebut, tetapi main-main. Maka pantas ketika mereka pulang dari diklat atau kembali ke Tanah air, hasil dari diklat itu tidak membawa perubahan sama sekali bagi dirinya apalagi untuk orang lain. Artinya adalah mereka sebelum dan sesudah haji sama saja, begitu-begitu aja. Maka Penulis berkesimpulan bahwa tidak semua orang yang menunaikan ibadah haji itu merupakan panggilan Tuhan, bisa jadi panggilan Hantu atau lainnya. Haji mardud adalah salah satu contoh haji panggilan hantu. Karena dari persyaratan dan niat untuk berhaji tidak sesuai dengan tuntunan syari’at Islam, misalnya hartanya tidak halal atau niatnya tidak ikhhlas. Dan setiap orang yang dipanggil Tuhan untuk menunaikan ibadah haji merupakan orang-orang pilihanNya yang sudah memenuhi syarat dan rukun, baik jasmani (materi) maupun ruhaninya (mental).
Demikian beberapa renungan ini sengaja Penulis paparkan semoga menjadi bahan pertimbangan bagi orang-orang yang bermaksud menunaikan ibadah haji, agar haji yang dilaksanakan tidak sia-sia. Amiin.

KESAN NEGATIF BULAN KAPIT

Oleh : Mursana,M.Ag*
Bulan kapit merupakan bulan spesial yang tidak pernah digunakan untuk melakukan acara syukuran hajatan oleh sebagian masyarakat Jawa pada umumnya dan masyarakat Cirebon khususnya. Anggota masyarakat yang akan melaksanakan syukuran pernikahan (walimatul ’arusy), atau syukuran sunatan (walimatul khitan), semacam ada pantangan untuk tidak menggunakan bulan kapit sebagai bulan hajatannya. Sehingga mereka lebih memilih bulan lainnya daripada bulan kapit. Alasannya sangat sederhana dan beragam. Ada yang mempunyai keyakinan bahwa bulan kapit adalah bulan sial seperti kata Subhan (Sesepuh Kecamatan Gegesik), oleh karena itu harus dihindari. Ada juga yang berkeyakinan bahwa bulan kapit adalah bulan kejepit (rawan kecelakaan dan sempit rejeki) seperti menurut Muhaimin (Tokoh Agama Kecamatan Kelangenan), dan yang lebih ngeri lagi bahwa bulan kapit adalah bulan bala’ (penuh musibah) demikian menurut Hasani (Tokoh Agama Kecamatan Gempol), dan lain sebagainya. Tradisi seperti ini telah diyakini oleh sebagian masyarakat Cirebon dan sekitarnya yang sudah berjalan selama berabad-abad lamanya. Padahal tidak diketahui siapa penggagasnya, kapan dan di mana asal-usul sejarahnya. Jelasnya tradisi ini masih eksis sampai sekarang.
Menurut tradisi orang Jawa, tanggal dan bulan setiap tahun mempunyai makna sangat penting. Karenanya dengan melihat tanggal dan bulan masyarakat Jawa akan segera mengetahui saat-saat yang baik untuk merencanakan dan melakukan segala sesuatu. Dengan mengetahui hal tersebut, maka dalam melaksanakan suatu pekerjaan diharapkan akan menemui keselamatan dan kesejahteraan..
Indonesia adalah negeri yang kaya akan suku, budaya, agama, dan kepercayaan.. Sebelum Islam datang ke Indonesia melalui para pedagang dari Gujarat pada abad ke 13, agama dan kepercayaan lain sudah bermunculan di negeri ini. Sebut saja misalnya: animisme, dinamisme, hindu, budha, konghucu dan kristen. Belum lagi kepercayaan dan aliran kebatinan yang merupakan paham sempalan dari agama tertentu yang akhir-akhir ini tumbuh berkembang bagaikan jamur di musim hujan. Oleh karena itu tidak dipungkiri lagi bahwa segala budaya dan tradisi yang berlaku saat ini berasal dari orang tua zaman dulu/nenek moyang penganut agama dan kepercayaan tertentu yang kemudian diwariskan secara turun temurun.
Perspektif Islam
Secara bahasa kapit berasal dari kata hafidz yang dalam bahasa arab berarti menjaga atau memelihara. Yang dimaksud di sini adalah menjaga atau memelihara kesucian bulan ini dari peperangan atau larangan lainnya. Karena di dalam alQur’an Kapit /dzulqa’dah termasuk as Syahrul Haram, bulan suci dan mulya, selain dari rajab, dzulhijah, dan muharram (Qs.alMaidah:2). Namun orang Jawa biasa menyebut kata hafidz dengan sebutan kapit, demikian menurut Ustadz Masykur, seorang Tokoh Masyarakat dari Kecamatan Astanajapura.
Dalam ajaran Islam tidak mengenal hari, minggu, bulan, atau tahun pembawa sial, akan tetapi sebaliknya. Semua waktu adalah baik apabila dipergunakan untuk melakukan amal saleh. Sebagaimana Allah berfirman dalam alQur’an: ”Demi masa. Sesungguhnya manusia itu benar-benar berada dalam kerugian. Kecuali orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal saleh dan nasehat menasehati supaya menta'ati kebenaran dan nasehat menasehati supaya menetapi kesabaran”(Qs.al’Ashr:1-3)
Tiga ayat alQur’an di atas menjelaskan bahwa Allah Swt. bersumpah atas nama waktu. Betapa ruginya orang - orang yang tidak bisa menggunakan waktu dengan baik. Artinya adalah seseorang akan terkena sial bila ada waktu atau kesempatan yang baik untuk beramal saleh, tetapi ia tidak bisa mempergunakan kesempatan itu dengan baik. Akibat dari perbuatannya itu, ia akan merugi.
Menurut ’Afif Abdul Fattah (1996) bahwa Allah telah bersumpah dengan memakai nama masa (waktu) karena ia sangat penting kedudukannya bagi kehidupan manusia. Di dalam waktu terkandung kehidupan yang saling berganti. Di dalamnya juga terdapat kemudahan dan kesengsaraan, kekayaan dan kemiskinan, serta bahagia dan celaka, semuanya datang dan pergi silih berganti. Karena mengingat kebanyakan manusia selalu mengaitkan musibah dengan waktu serta mereka mengeluh dan merasa sakit karena waktu, maka Allah bermaksud menjelaskan kepada mereka melalui sumpah dalam ayat di atas, bahwa suatu kerugian dalam pekerjaan manusia bukanlah karena waktu tertentu, dan manusia itu akan selalu dalam kerugian selagi dia tidak mau menegakkan dan menyandang empat perkara, yaitu: iman kepada Allah Swt., mengerjakan amal shalih, saling berpesan untuk mengerjakan perkara yang baik (hak), dan saling berpesan untuk berpegang teguh pada kesabaran.
Pertama, Iman dan amal shalih. Beriman kepada Allah Swt. merupakan kewajiban pertama bagi manusia di muka bumi ini, karena sesungguhnya iman merupakan tanda bahwa manusia telah mendapat petunjuk dan mempunyai pandangan yang benar. Beriman kepada Allah juga mempunyai pengaruh yang baik dalam kehidupan manusia. Iman dapat melenyapkan dan menyingkirkan kegelapan dalam kehidupan ini, dan dapat memasukan perasaan penuh harap di dalam kalbu. Pada saat sedang frustasi, manusia yang mu’min akan selalu ingat bahwa di sana ada pelindung tempat ia mengadu dan meminta perlindungan (Qs.alIkhlas:2). Dia adalah Allah Yang Mahakuasa untuk membantunya. Dan apa yang menimpah dirinya berupa kemadharatan akan mendatangkan pahala baginya, karena itu dia tenang dan menjadi kecillah semua kemadharatan yang dihadapinya, serta semua musibah akan terasa mudah ditanggungnya. Oleh sebab itu, ketika melihat orang mu’min yang ikhlas, selalu berlapang dada, tenang jiwanya, dan tidak pernah merasa khawatir. Dengan demikian orang-orang yang benar beriman tidak pernah mengenal apa yang namanya sial, rejeki sempit, lebih-lebih di bulan kapit. Karena ia yakin dan percaya bahwa Allah sudah mengatur kehidupannya. Itulah yang menjadi ketenangan orang yang beriman.
Kedua, Saling berpesan untuk perkara yang hak. Dalam Qs. al’Ashr di atas, Allah Swt. mengecualikan orang yang merugi itu orang-orang yang saling berpesan demi perkara yang hak. Saling berpesan demi perkara yang hak merupakan kebutuhan pokok masyarakat.. mengerjakan perkara yang hak memang sulit, karena perkara yang hak selalu bertentangan dengan kemauan hawa nafsu, lawan dari kemashlahatan khusus dan lawan angkara murka pada penguasa dan kezaliman orang. Berdasarkan pengertian ini, Islam tidak hanya memerintahkan para pelakunya untuk mengerjakan yang hak saja tetapi juga memerintahkan mereka agar saling berpesan untuk mengerjakannya. Termasuk juga diantaranya uintuk berpesan kepada masyarakat bahwa mengadakan acara hajat penikahan atau khitanan pada bulan kapit itu sama baiknya pada bulan lain.
Ketiga, Saling berpesan untuk bersabar. Mengingat perkara yang hak itu mempunyai beban yang berat atas jiwa manusia, dan bahwa saling berpesan untuk mengerjakannya pasti dibarengi dengan cobaan dan kesulitan-kesulitan, maka hal itu memerlukan kesabaran. Oleh karena itu, Allah Swt. menggandengkan saling berpesan untuk bersabar dengan saling berpesan untuk saling mengerjakan perkara yang hak. Dalam Kitab Daqaiqul Akhbar, paling tidak sabar itu ada tiga perkara, yaitu: 1) sabar ketika menunaikan ketaatan yang diwajibkan dan diperintahkan oleh Islam, 2) sabar dalam menjauhi perbuatan maksiat yang dilarang oleh Islam, dan 3) sabar ketika musibah menimpah dan menanggung deritanya.
Kesabaran yang paling tinggi derajatnya ialah tatkala musibah datang untuk pertama kalinya. Bila seseorang pada saat itu bersikap sabar, maka hal itu menunjukkan ketabahan dan kerteguhan jiwanya serta kekuatan akidahnya. Oleh karena itu nabi Saw. bersabda, ”sesungguhnya sabar itu hanyalah ketika pertama kali musibah datang ” HR.Bukhari. Sikap sabar merupakan dasar utama bagi kebanyakan sikap yang utama. Tidak ada suatu keutamaanpun yang tidak memerlukan sikap sabar. Termasuk diantaranya apabila ketika menyelenggarakan acara hajat walimah di bulan kapit, kebetulan terjadi sesuatu yang ganjil, maka bersabarlah. Yakinkan bahwa jodoh, pati, rejeki, bala’, seneng, sengsara, itu garisan takdir yang pasti dilewati setiap insan.
Mudah-mudahan dengan memahami Qs. al’Ashr, tidak ada lagi yang berkeyakinan dengan menunjukkan bulan tertentu atau waktu tertentu yang diklaim sebagai waktu pembawa sial, bencana, atau pembawa kemadharatan lainnya. Hanya kepada Allah-lah tempat kita kembali. Semoga.

* Mursana, M.Ag. : Ketua Pokjaluh Kandepag Kab. Cirebon, alumni Pesantren Darussalam Ciamis

Kamis, 05 November 2009

ANTARA DOSA DAN MUSIBAH

Oleh: Mursana,M.Ag


Perjalanan inipun seperti jadi saksi. Gembala kecil menangis sedih ho ho ho. Kawan coba dengar apa jawabnya. Ketika aku tanya mengapa. Bapak ibunya telah lama mati. Ditelan bencana tanah ini. Sesampainya di laut, ku kabarkan semuanya. Kepada karang, kepada ombak, kepada matahari. Tetapi semua diam, tetapi semua bisu. Tinggalah ku sendiri terpaku menanatap langit. Barangkali disana ada jawabnya. Mengapa di tanahku terjadi bencana. Mungkin tuhan mulai bosan. Melihat tingkah kita, yang selalu salah dan bangga dengan dosa-dosa. Atau alam mulai enggan bersahabat dengan kita. Coba kita bertanya pada rumput yang bergoyang. Ho ho ho. (Ebiet G.Ade)

Penggalan bait syair lagu di atas adalah gambaran kondisi negeri ini yang sedang sakit. Inna lillahi wa innaa ilaihi raji’uun, kalimat inilah yang paling tepat untuk diucapkan umat Islam Indonesia akhir-akhir ini. Karena bangsa Indonesia pada umumnya sedang mendapat teguran / peringatan dari Allah Swt. dengan datangnya musibah silih berganti. Mulai dari musibah Tsunami di penghujung tahun 2004 yang memakan korban ratusan ribu jiwa masyarakat Aceh meninggal dunia, disusul lagi tsunami di Nias Sumatra Utara, sampai dengan gempa di Yogyakarta, Jawa Tengah, Pengandaran, lalu di Bengkulu terjadi gempa berkekuatan 7,9 skala Richer disusul serangkaian gempa susulan sejumlah daerah di Indonesia dan sempat dinyatakan berpotensi tsunami pada hari Rabu 12 September 2007 sekitar pukul 18.10 WIB. Gempa Bengkulu berkekuatan 7,9 skala Richter membuat kerusakan berat di Kepulauan Mentawai, Sumatra Barat, kemudian disusul lagi pada awal tahun ini bencana Situ Gintung Tanggerang, lau disusul lagi Gempa bumi berkekuatan 7,3 skala richter pada hari Rabu 2 September 2009 sekitar pukul 14.55 WIB. di Tasikmalaya yang memakan korban diberbagai daerah di Jawa Barat dan Jawa Tengah. Ratusan rumah, sekolah, dan tempat ibadah rusak berat dan puluhan jiwa tewas dalam musibah ini. Belum juga selesai mengatasi persoalan gempa di Tasikmalaya, dengan tidak disangka-sangka, pada hari yang sama pula, 30 September 2009 gempa berkekuatan 7,6 skala richter mengguncang Kota Padang Pariaman Sumatra Barat dan sekitarnya. Kalimat Thoyibah tersebut diucapkan sebagai bentuk kesadaran makhluk kepada Sang Kholik, bahwa semua makhluk di dunia ini adalah milik Allah dan suatu saat akan kembali kepada Allah Swt. Dengan demikian apabila bacaan tersebut diucapkan ketika terjadi musibah, maka berarti kita sedang diingatkan agar segera kembali kepada Allah, karena mungkin selama ini, kita sebagai makhluk telah jauh menyimpang dari rambu-rambu yang telah digariskan Allah Swt.

Ada apa dengan Bencana?

Setiap kali muncul / terjadi suatu bencana, sering orang bertanya-tanya, ada apa dengan bencana? Setiap orang beragam dalam menjawab pertanyaan seperti ini. Ada yang menjawab, terjadi karena pergeseran lempengan-lempengan yang ada di dasar laut, sehingga berpotensi menimbulkan gempa tektonik dan tsunami. Ada lagi yang menjawab, mungkin karena alam sudah tidak bersahabat dengan kita seperti dalam penggalan bait syair lagu di atas. Bahkan ada yang lebih radikal lagi jawabannya, karena alam sudah terlalu sering disakiti, dirusak, dizholimi (dieksploitasi) oleh manusia, maka alam marah yang membabi buta. Dan kalau alam itu sudah marah dan murka maka dampaknya adalah kepada manusia itu sendiri.

Semua jawaban di atas apabila disimpulkan, karena umat manusia sudah tidak lagi memelihara dan menjaga akhlak yang baik terhadap alam dan lingkungan hidup yang ada di sekitarnya. Sudah bosan rasanya telinga kita mendengar berita-berita yang menggambarkan tentang prilaku manusia yang berbuat tidak adil terhadap alam dan lingkungan. Padahal dampak dari perbuatannya itu akan kembali lagi kepada manusia itu sendiri. Sebut saja misalnya penebangan liar (penggundulan) hutan tanpa memperhatikan undang-undang yang berlaku, mengakibatkan banjir bandang dan longsor. Membakar hutan secara ilegal, untuk kepentingan oknum para pengusaha Kelapa Sawit, mengakibatkan asap tebal dimana-mana bahkan sampai ke negara tetangga. Dan pengeboran minyak tanpa memperhatikan peraturan yang berlaku, berdampak luapan lumpur yang tidak terkendali seperti di Sidoarjo dan lain-lain. Kenapa manusia tega berbuat demikian? Allah Swt. berfirman dalam Al-Qur’an:”Telah dihiasi pada (pandangan) manusia kecintaan kepada apa-apa yang diingini, yaitu: wanita-wanita, anak-anak, harta benda yang banyak dari jenis emas, perak, kuda pilihan, binatang-binatang ternak dan sawah ladang. Itulah kesenangan hidup di dunia ” ( Q.S. 3:14).

Ayat ini mengisyaratkan bahwa setiap manusia diberi potensi hawa nafsu untuk mendapatkan rasa cinta kepada wanita cantik, ingin memiliki harta benda yang banyak seperti emas, perak, kuda pilihan (kendaraan mewah), binatang ternak dan sawah ladang (Az-Zuhaily:1998). Mereka berlomba-lomba untuk mendapatkan semuanya itu, walaupun dengan berbagai cara, tidak peduli apakah cara yang digunakan itu merusak alam dan lingkungan atau tidak, yang penting bagi dirinya bahwa tujuan itu tercapai. Maka dari sinilah awal mula proses terjadinya kerusakan alam yang mengakibatkan bencana yang sangat dahsyat di negeri ini.

Tugas Manusia

Manusia sebagai khalifah telah diperintakan Allah Swt.untuk memelihara, melestarikan dan mempergunakan lingkungan hidup untuk kepentingan manusia itu sendiri. Sebagaimana firman Allah Swt.dalam al Qur’an :”Dia telah menciptakan kamu dari bumi (tanah) dan menjadikan kamu untuk memakmurkannya” (Q.S.11: 61).

Az Zuhaily (1998) menafsirkan ayat tersebut, bahwa alam ini diciptakan untuk kita dan kita diperintakan untuk melestarikan, memakmurkan dan memanfaatkannya dengan sebaik-baiknya untuk kepentingan diri kita sendiri. Namun harus diingat, bahwa kita harus menjaga keseimbangan alam dan lingkungan hidup. Janganlah kita membuat kerusakan di muka bumi ini, tidak boleh mengeksploitasi alam hanya untuk kepentingan nafsu serakah. Misalnya menebang pohon seenak udelnya tanpa menanam kembali pohon sebagai pengantinya. Karena akan mengakibatkan bencana bagi manusia itu sendiri, sebagaimana telah dijelaskan pada awal tulisan ini.

Sebagai bangsa Indonesia sepantasnya harus banyak bersyukur nikmat kepada Sang Kholik, karena sudah banyak dimanjakan oleh Nya dengan kesuburan tanah yang dapat menumbuhkan berbagai macam tanaman, orang bilang tanah kita tanah sorga, tongkat kayu dan batu jadi tanaman, hasil hutan dan lautan yang melimpah ruah tak terhitung banyaknya, keindahan alamnya yang menarik para wisatawan, kandungan minyak bumi, gas, emas, batubara dan lain-lain. Semua itu patut disyukuri dengan memelihara, melestarikan dan memanfaatkannya sebanyak-banyaknya untuk kepentingan masyarakat.

Salah satu cara bersyukur adalah memanfaatkan lingkungan hidup tersebut di jalan yang diridhoi Allah Swt. Namun bila mempergunakan lingkungan hidup di jalan yang dimurkai Allah Swt., misalnya membiarkan bumi (tanah) dan berbagai macam kemaksiatan tumbuh subur di negeri ini, para pemimpin negara banyak yang korupsi, kaum muda-mudi tidak risih memamerkan auratnya di depan umum, tayangan TV penuh dengan pornografi dan pornoaksi, maka jangan heran bila bencana silih berganti, sebagai peringatan dari Allah Swt. na’udzu billah min dzalik.

Perspektif Islam

Islam memandang bahwa segala musibah yang terjadi di alam ini akibat perbuatan manusia itu sendiri. Seperti dalam firman Allah SWT. “Telah nampak kerusakan di darat dan di laut disebabkan karena perbuatan tangan manusia supaya Allah merasakan kepada mereka sebahagian dari (akibat) perbuatan mereka, agar mereka kembali (ke jalan yang benar)” Q.S. 30:41. Dalam ayat ini menjelaskan bahwa musibah yang terjadi baik di daratan maupun di lautan akibat ulah manusia yang mengumbar hawa nafsunya untuk kepentingan dirinya. Dan musibah sengaja Allah SWT. timpakan kepada manusia agar manusia kembali ke jalan Tuhannya yakni jalan yang benar.

KH. Effendi Zarkasyi berpendapat; paling tidak ada empat kesalahan yang dilakukan manusia, sehingga Allah SWT. menurunkan musibah di negeri ini yaitu:

Pertama; umat sekarang cenderung sombong dan angkuh. Manusia dengan segala kemampuannya merasa diri paling kuat dan paling pinter, sehingga dengan kekuatan dan kepintarannya itu mereka bertindak atas kehendak mereka sendiri. Mereka menganggap bahwa potensi dan segala kemampuannya itu adalah murni hak dan miliknya, mereka bebas menggunakan seenak udelnya, sehingga menjadi budak nafsu mereka sendiri. Kesombongan dan keangkuhan manusia sekarang ini sudah seperti Fir’aun. Kedua; mereka telah berlaku zholim. Perbuatan zholim adalah akibat dari kesombongan dan keangkuhan. Akibat dari sikap seperti itu melahirkan kesewenang-wenangan, khianat, tidak adil, tidak jujur, curang, korup, menindas dan lain-lain. Ketiga; mereka menghindari nikmat Allah SWT (kufur nikmat). Manusai jika dikarunia harta kekayaan melimpah ruah oleh Allah, biasanya mereka semakin lupa diri dan kufur nikmat. Puncak kealpaan meraka ialah meraka menganggap bahwa harta dan seluruh kekayaannya itu sepenuhnya dari hasil keringat dan kemampuan ilmunya sendiri. Akibat dari kekufurannya ini, mereka tidak mau menginfakkan sebagian harta mereka kepada para mustahiknya. Keempat; mereka telah merendahkan martabat kaum wanita. Kaum wanita dijadikan penghibur di kantor-kantor, di Bank-bank, di pasar dan lain-lain. mereka diperintahkan memamerkan aurat mereka untuk dijadikan alat bisnis. Akibatnya timbul perselingkuhan, perzinahan, pemerkosaan dan pembunuhan.

Melalui tulisan ini penulis mengajak kepada seluruh umat Islam agar melakukan taubat nashuha, perbanyak istighfar, eratkan silaturahim dengan alam sekitar, lebih-lebih di bulan suci Ramadhan ini. Semoga.

Mursana, M.Ag. : Ketua Pokjaluh Kandepag Kab.Cirebon, Alumni Pesantren Darussalam Ciamis.